Sejarah Sastra Angkatan
70
A.
Latar
Belakang Muncul Angkatan 70
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dami N.
Toda. Menurut Dami angkatan 70 dimulai dengan novel-novel Iwan Simatupang, yang
jelas punya wawasan estetika novel tersendiri. Dalam angkatan 70 mulai
bergesernya sikap berpikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan estetik
dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru baik dibidang puisi prosa maupun
drama.
Pada
masa 70 para penulis menggunakan media buku, majalah maupun koran untuk
mempublikasikan karya-karyanya. Sebagai contoh Sutarji mempublikasikan karyanya
berupa puisi dan cerpen di koran harian begitu pula Mangun Wijaya yang mempublikasikan
novel khotbah diatas bukan sebagai cerita bersambung di koran. Pada masa kini
bahkan dimungkinkan untuk mempublikasikan karya sastra menggunakan media
elektronik seperti televisi dan internet.
B.
Sastrawan
Angkatan 70
1.
Taufiq Ismail
Lahir
di Bukit Tinggi, 25 Juni 1937. Di besarkan di Pekalongan, telah mulai
mengumumkan sajak-sajak, cerpen-cerpen dan esai-esai nya sejak tahun 1994.
Tetapi baru pada awal tahun 1966 muncul kemuka, ketika sajak-sajak
yang ditulis nya dengan nama samaran Nur Fadjar diumumkan dengan Judul Tirani
ditengah-tengah demonstrasi para mahasiswa dan pelajar menyampaikan “tritura”.
Sajak-sajak itu seluruhnya ada 18 dan ditulis dalam waktu seminggu (tanggal 20
dan 28 februari 1966) dan diterbitkan dalam bentuk stensilan sebagai nomor
khusus majalah gema psychology. Sebulan kemudian penerbitan Tirani disusul oleh
benteng. Dalam kumpulan ini Taufik sudah terang-terangan mengumumkan namanya
sendiri. Ketika itu kekuasaan Soekarno sudah mulai mundur. Antara tanggal 20
dengan 28 februari 1966 di Jakarta terjadi peristiwa-peristiwa penting:
Demonstrasi mahasiswa dan pelajar menuntut “tritura” sudah dimulai tanggal 10
januari. Tetapi hasilnya boleh dikatakan belum ada. Soekarno tidak mendengarkan
“tritura”. Kabinet Dwikora yang disinyalir mempunyai menteri-menteri yang
terlibat Gestapu bukan diganti dengan kabinet yang lebih anti Gestapu, tetapi
malah memasukkan menteri-menteri Gestapu lebih banyak lagi, tanggal 24 februari
kabinet Dwikora yang diperbaharui akan dilantik. Para mahasiswa bergerak
Demonstrasi dilakukan dengan aksi pengempesan ban mobil diseluruh kota sehingga
lalu lintas lumpuh. Para Demonstran tak henti-hentinya berteriak menyuarakan
tuntutannya dan mengejek para prajurit sebagai “anjing istana”. Penembakan
terjadi, Arif Rachman Hakim tertembak dan wafat.
2.
Goenawan Mohamad
Lahir
di Batang, Jawa Tengah, 29 juli 1941. Ia adalah tokoh pejuang angkatan ’66
dalam bidang sastra budaya. Memimpin majalah Tempo sejak 1971
hingga tahun 1998.
Tahun
1972 mendapatkan Anugerah Seni dari Pemerintah Republik
Indonesia dan pada tahun 1973 ia mengikuti Festival Penyair
Internasional di Rotterdam. Ia banyak menulis puisi dengan dasar
dongeng-dongeng daerah atau cerita wayang disertai renungan kehidupan. Buku
kumpulan puisinya adalah Parikesit (1972), Potret
Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), Interclude (1973), Asmarandana (1995),
dan Misalkan Kita di Sarajevo (1998).
3.
Sapardi Djoko Darmono
Puisi-puisi
Sapardi Djoko Damono dikenal sebagai puisi “sangat sopan”, “sangat gramatikal”,
dan “sangat lembut”. Semula sang penyair tidak pernah dikaitkan dengan
puisi-puisi protes atau kritik sosial, namun kesan itu hilang setelah ia
menulis Ayat-ayat Api (2000). Meskipun ada kesan bahwa
puisi-puisi Sapardi adalah puisi-puisi kamar yang harus dibaca dalam keadaan
sunyi, namun banyak juga puisi-puisinya yang sangat populer dan dideklamasikan
dalam lomba-lomba deklamasi serta dapat dikategorikan sebagai puisi auditorium
(cocok untuk dibaca di pentas).
4.
Hartoyo Andang Jaya
Lahir
di Solo, 1930, dan meninggal dunia di kota itu pula pada tahun 1990. Pernah
menjadi guru SLTP, SMU, dan STM. Ia pernah menjadi direktur majalah
kanak-kanak Si Kuncung (1962-1964). Panggilan
kepenyairanya sangat kental, sehingga ia tidak mau bekerja di luar bidangnya
itu. Ia meninggal dalam keadaan sakit-sakitan. Setahun kemudian, hari
kematiannya diperingati di Taman Budaya Surakarta (Solo)
dan Taman Ismail Marzuki (Jakarta). Karyanya antara lain Simfoni
Puisi (bersama D.S. Moeljanto, 1945) dan Buku Puisi (1973).
5.
Sutardji Calzoum Bachri
Sutardji
Calzoum Bachri pernah menyatakan diri sebagai “Presiden Penyair Indonesia”.
Pelopor penulisan puisi konkret dan mantra ini akhir-akhir ini banyak terlibat
dalam pembacaan puisi di sekolah dalam rangka pembinaan apresiasi puisi. Ia
merintis bentuk baru dalam perpuisian Indonesia, yaitu puisi konkret dan
mantra, puisi itu dikembalikan pada kodratnya yang paling awal yaitu sebagai
kekuatan bunyi yang tidak “dijajah” oleh makna atau pengertian.
Sutardji
lahir di Rengat, Riau, 24 juni 1941. Ia pernah mendapat Hadiah
Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1993) dan dari Dewan Kesenian
Jakarta (1976-1977) juga dari South East Asia Write Award (Bangkok, 1981).
Kumpulan
puisinya berjudul O, Amuk Kapak (1981). Selain itu, kritik
sastranya dilontarkan dalam masalah penulisan terkenal dengan nama kredo
puisi.
6.
Abdul Hadi W.M.
Abdul
Hadi Wiji Muntari lahir di sumenep pada tanggal 24 juni tahun 1944, ia pernah
kuliah di Fakultas Sastra UGM hingga Sarjana Muda (1967), Fakultas Filsafat UGM
(1968-1971) dan Universitas Padjajaran (1971-1973), dia pernah tinggal di pulau penang. Selain
itu, dia bekerja sambil belajar di Universitas Sains Malaysia sejak tahun 1991.
Kumpulan puisinya Riwayat (1967), Laut Belum
Pasang (1972), Potret Panjang Seorang Pengunjung
Pantai Sanur (1975), Meditasi (1976), Tergantung
pada Angin (1977) dan Anak Laut Anak Angin (1984).
7.
Yudhistira Adhi Nugraha Massardi
Lahir
di Subang, Jawa Barat, 28 Februari 1954. Novelnya yang terkenal yaitu Arjuna Mencari
Cinta (1977) dan Dingdong (1978). Sementara itu
kumpulan puisinya dibukukan dalam Omong Kosong (1978), Sajak
Sikat Gigi (1978), Rudi Jalak Gugat (1982).
Puisi-puisinya mirip dengan puisi mbling, yaitu puisi yang keluar
dari pakem penulisan puisi yang harus memperhatikan rima, bunyi, verifikasi,
dan tipografi, tapi bukan berarti bahwa puisinya dibuat dengan main-main atau
tanpa kesungguhan.
8.
Apip Mustopa
Lahir
di Garut, 23 April 1938. Terakhir bekerja sebagai pengasuh ruang sastra budaya
RRI Manokwari (1969-1970). Karyanya ditulis dalam bahasa Indonesia dan Sunda.
Puisi-puisinya juga dimuat dalam antologi sastra karya Ajip Rosidi Laut
Biru Langit Biru.
9.
D. Zawami Imron
Lahir
di Sumenep, Madura dan memperoleh pendidikan di lingkungan pesantren. Ia pernah
mendapat Hadiah Penulisan Puisi dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1985). Buku
kumpulan puisinya adalah Semerbak Mayang (1977), Bulan
Tertusuk Larang (1980), Nenek Moyangku Air Mata (1985), Cerulit
Emas (1986), Bantalku Ombak, SelimutkuAngin (1996), Semerbak
Mayang (1997), dan Madura Aku Darah-Mu (1999).
10. Iwan Simatupang
Lahir
18 januari 1928 di Sibolga, Sumatera Utara dan meninggal 4 Agustus 1970 di
Jakarta. Ia pernah mengikuti kuliah di Fakultas Kedokteran di Surabaya,
memperdalam antropologi dan drama di Belanda, serta belajar filsafat di Paris.
Di
antara karya-karyanya Merahnya merah (roman), Kering (roman), Ziara (roman),
Kooong (roman).
11. Danarto
Lahir
di Sragen Jawa Tengah 27 Juni 1940 adalah penulis dan sastrawan Indonesia.
Karyanya yang terkenal diantaranya adalah kumpulan cerpen, godlob.
Kumpulan cerpennya yang lain Adam ma’rifatmemenangkan hadiah sastra
1982 dewan kesenian Jakarta dan hadiah buku utama 1982. Tahun 2009 Danarto
menerima Ahmad Bakrie Award untuk bidang kesusastraan.
12. Putu Wijaya
Lahir
di Puri Anom Tabanan, Tabanan Bali 11 April 1944 adalah seorang sastrawan yang
dikenal serba bisa. Ia penulis drama, cerpen, esai, novel dan juga scenario,
film dan sinetron. Karyanya Orang-orang Mandiri (Drama), Lautan Bernyayi
(Drama), Telegram (Novel), Stasiun (Novel), Hah (Novel), Keok (Novel), Anu
(Drama), MS (Novel), Sobat (Novel), Tak Cukup Sedih (Novel).
C.
Ciri-Ciri
Angkatan 70
Pada
masa ini para pengarang sangat bebas berkesperimen dalam penggunaan bahasa dan bentuk , seperti dikatakan ajip rosidi ( 1977;
6) dalam laut biru langit biru bahwa mereka seakan – akan menjajaki sampai
batas kemungkinan bahasa indonesia sebagai alat pengucapan sastra , disamping
mencoba batasa – batas kemungkinan berbagai bentuk , baik prosa maupun puisi
,sehingga perbedaan antara prosa dan puisi kian tidak jelas.
1.
PUISI
a). Struktur fisik
Puisi bergaya
mantera menggunakan sarana kepuitisan berupa : ulangan ,
kata , frase atau kalimat .
·
Gaya bahasa paraleisme
dikombinasikan dengan gaya hiperbola untuk memperoleh efek yang
sebesar–besarnya serta menonjolkan tipografi
·
Puisi kongret sebagai
eksperimen
·
Banyak menggunakan kata
– kata daerah untuk memberi kesan ekspresif
·
Banyak menggunakan
permainan bunyi
·
Gaya penulisan yang
prosais
·
Menggunakan kata yang
sebelumnya tabu
b). Struktur Tematik
·
Protes terhadap
kepincangan masyarakat pada awal industrialisasi
·
Kesadaran bahwa aspek
manusia merupakan subyek dan bukan obyek pembangunan
·
Banyak mengungkapkan
kehidupan batin religius dan cenderung mistik
·
Cerita dan pelukisan
bersifat alegoris dan parabel
·
Perjuangan hak – hak
asasi manusia , kebebasan , persamaan , pemeratan dan terhindar dari pencemaran
teknologi modern
·
Kritik sosial terhadap
si kuat yang bertindak sewqenag – wenang terhadap mereka yang lemah dan kritik
terhadap penyeleweng
2.
PROSA
DAN DRAMA
Struktur fisik
Melepaskan ciri konvensional , menggunakan pola
sastra ” absurd ” dalam tema , alur , tokoh maupun latar. Menampakkan ciri
latar kedaeraan ” warna lokal ”.
a)
Struktur
Tematik
Sosial : politik , kemiskinan ,Kejiwaan ,Metafisik
Sastrawan dan Karya Sastra Angkatan
70-an
1). Putu Wijaya
a. Orang-orang
Mandiri (drama);
b. Lautan
Bernyanyi (drama);
c. Telegram
(novel);
d. Aduh
(drama);
e. Pabrik
(novel);
f. Stasiun
(novel);
g. Hah
(novel);
h. Keok
(novel);
i.
Anu (drama);
j.
MS (novel);
k. Sobat
(novel);
l.
Tak Cukup Sedih
(novel);
m. Dadaku
adalah perisaiku (kumupulan sajak);
n. Ratu
(novel);
o. Edan
(novel);
p. Bom
(kumpulan cerpen).
2)
Iwan
Simatupang
a) Merahnya Merah (roman);
b) Kering (roman);
c) Ziarah (roman);
d) Kooong (roman);
3)
Danarto
a) Godolb (kumpulan cerpen);
b) Obrok owok-owok, Ebrek ewek-ewek (drama);
c) Adam ma’rifat (kumpulan cerpen);
d) Berhala;
e) Orang Jawa Naik Haji (1984);
f) Bel Geduwel Beh (1976)
4)
Budi
Darma
a) Solilokui (kumpulan essai);
b) Olenka (novel);
c) Orang-orang Bloomington (kumpulan cerpen);
5)
Sutardji
Calzoum Bachri
a) (kumpulan sajak);
b) Amuk ( kumpulan sajak);
c) Kapak (kumpulan sajak).
6)
Arifin
C. Noer
a) Kapai-kapai (drama);
b) Kasir Kita (drama satu babak);
c) Orkes Madun (drama);
d) Selamat Pagi, Jajang (kumpulan sajak);
e) Sumur tanpa dasar (drama);
f) Tengul (drama).
7)
Darmanto
Jatman
a) Sajak-sajak Putih (kumpulan sajak);
b) Dalam Kejaran Waktu (novel);
c) Bangsat (kumpulan sajak);
d) Sang Darmanto (kumpulan sajak);
e) Ki Balaka Suta (kumpulan sajak).
8)
Linus
Suryadi
a) Langit Kelabu (kumpulan sajak);
b) Pengakuan Pariyem (novel)
c) Syair-syair dari Jogja (kumpulan sajak);
d) Perang Troya (cerita anak);
e) Dari Desa ke Kota (kumpulan essai);
f) Perkutut Manggung (kumpulan sajak)
g) Gerhana Bulan (kumpulan sajak).
D.
Peristiwa-Peristiwa Penting
Iskandarwasid,
dkk. (1997-1998:150-179) menyebutkan bahwa pada periode ini tercatat beberapa
peristiwa penting, antara lain seperti berikut ini.
1)
Pada tahun 1970, H. B. Jassin diadili. Majalah yang dipimpinnya dituduh
memuat cerita pendek yang menghina agama Islam.
2)
Tahun 1973, Sutardji Calzoum Bachri mengumumkan kredo puisinya. Masih pada
tahun ini muncul istilah Aliran Rawamangun dan M. S. Hutagalung.
3)
Pada bulan September tahun 1974 diselenggarakan pengadilan di Bandung.
Masih pada bulan September diselenggarakan “Jawaban Atas Pengadilan Puisi” yang
dilangsungkan di Jakarta.
4)
Pada tahun 1975 diselenggarakan “Diskusi Besar Cerita Pendek Indonesia” di
Bandung.
5)
Tahun 1977 muncul istilah Angkatan ‘70, dilontarkan oleh Dami N. Toda.
6)
Tahun 1980 novel Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta
Toer dilarang oleh pemerintah. Demikian pula untuk novel-novel lainnya (1985,
1987, 1988).
7)
Pada bulan Agustus tahun 1982 diadakan seminar “Peranan Sastra dalam
Perubahan Masyarakat” yang diselenggarakan di Jakarta.
8)
Pada tahun 1984 muncul masalah sastra kontekstual, serta jadi topik
diskusi.
DAFTAR PUSTAKA
Rismawati. 2017. Perkembangan
Sejarah Sastra Indonesia. Banda Aceh: Bina Karya
Akademika
http://gudangilmudantulisan.blogspot.com/2014/11/sastra-angkatan-70.html
http://cigemblongindah.blogspot.com/2017/10/makaah-sejarah-sastra-angkatan
70an.html
Sejarah Sastra Angkatan
80
A. Latar Belakang Munculnya Sastra Angkatan 80
Sastra Angkatan 80-an berada di tengah
lingkungan yang masyarakatnya mengalami depolitisasi yang nyaris total.
Aktivitas-aktivitas politik mahasiswa ditertibkan dan mahasiswa sepenuhnya
dijadikan organ kampus yang dilepaskan dari segala macam aktivitas politik. Politik
stabilitas, security approach, normalisasi kehidupan kampus, dan asas
tunggal merupakan lingkungan tempat para sastrawan era 80-an hidup.
Majalah sastra hanya ada Horison dan Basis.
Karya sastra yang lahir pada tahun 80-an
dipengaruhi proses depolitisasi tersebut. Oleh karena itu, sastra yang muncul
pun jadi tidak sesuai dengan realitas sosial politik serta tidak menunjukkan
kegelisahan dan kesakitan kolektif masyarakat pada masa itu.
Globalisasi dengan ekonomi sebagai
panglima menempatkan pusat dunia tidak lagi pada lembar-lembar diskursif
sastrawi. Jargon-jargon politik yang hiruk-pikuk dan menakutkan telah berlalu.
Mereka digantikan oleh jargon-jargon modisme yang meriah, kerlap-kerlip, dan
tidak terasa menakutkan.
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu
setelah tahun 1980, ditandai dengan
banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa
tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai
majalah dan penerbitan umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili
angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet
Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby,
Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin
Noor Ganie.
Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan
wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa
karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La
Barka,Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Mira.W dan Marga.T adalah
dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi
ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita.
Namun, yang tak boleh dilupakan pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang
beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman
Hariwijaya dengan serial Lupusnya.
Justru dari kemasan yang ngepop inilah
diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya
yang lebih berat.
Sastra popular atau yang lebih dikenal dengan sebutan sastra pop, dianggap
sebagai sastra yang esensinya lebih rendah dari sastra non-pop.
Sastra pop dianggap
tidak memiliki keindahan dari segi pemaknaan karena sekali baca seorang pembaca
bisa langsung mengetahui makna yang ingin disampaikan oleh pengarang.
Tidak seperti sastra
non-pop, sastra pop cenderung lebih mengutamakan permintaan pasar daripada
keindahan estetik yang tersaji lewat penyampaian maupun makna yang tersirat di
dalam karya tersebut.
B. Karakteristik Sastra Angkatan 80
1.
Puisi yang dihasilkan
bercorak spritual religius, seperti karya yang berjudul “Kubakar Cintaku” karya
Emba Ainun Najib.
2.
Sajak cenderung
mengangkat tema tentang ketuhanan dan mistikisme.
3.
Sastrawan menggunakan
konsep improvisasi.
4.
Karya sastra yang
dihasilkan mengangkat masalah konsep kehidupan sosial masyarakat yang memuat
kritik sosial, politik, dan budaya.
5.
Menuntut hak asasi
manusia, seperti kebebasan.
6.
Bahasa yang
digunakan realistis, bahasa yang ada dimasyarakat dan romantis.
7.
Terdapat konsepsi
pembebasan kata dari pengertian aslinya.
8.
Mulai menguat pengaruh
dari budaya barat, dimana tokoh utama biasanya mempunyai konflikdengan
pemikiran timur.
9.
Didominansi oleh roman
percintaan.
10.
Novel yang dihasilkan
mendapat pengaruh kuat dari budaya barat yang tokoh utamanyamempunyai konflik dengan
pemikiran timur dan mengalahkan tokoh antagonisnya
C.
Tokoh-tokoh Sastra
Angkatan 80
1.
Hilman Hariwijaya
2.
Marga T
3.
Nh. Dini
4.
Mira Widjaja
5.
Ahmadun Yosi Herfanda
D. Karya-karya Sastra Angkatan 80
Tokoh angkatan 80-an dapat dikenal melalui karya-karyanya yang apik.
Beberapa dari karya sastra tersebut pun menuai kesuksesan pada zamannya.
Berikut adalah beberapa karya
sastra pada angkatan 80-an:
1.
Hilman Hariwijaya
a.
Lupus
Lupus adalah karakter tokoh laki-laki yang diciptakan Hilman ditahun
1986 melalui cerpen di majalah Hai. Dibukukan pada bulan November 1986. Diceritakan Lupus berprofesi sebagai
pelajar dan wartawan muda di majalah Hai. Ia tinggal bersama Mami dan adiknya
yang bernama Lulu.
b.
Olga
Olga adalah karakter tokoh wanita yang diciptakan Hilman pada tahun
1990 di majalah Mode. Pertama kali dibukukan
pada Juli 1990. Diceritakan Olga sebagai pelajar yang bekerja sampingan sebagai
penyiar radio di Radio Ga Ga. Ia tinggal bersama kedua orangtuanya, dan memiliki
sahabat, Wina. Seri ini telah dijadikan 1
judul film dan 3 musim sinetron dengan Desy
Ratnasari, Sarah Sechan, Melly Manuhutu, dan Sissy Priscillia berperan sebagai Olga.
c.
Lulu
d.
Keluarga Hantu
Keluarga Hantu adalah seri keempat Hilman yang ditulis bersama Boim.
Mengisahkan tentangLuyut, anak hantu yang ingin mencoba bergaul dengan manusia.
Namun ditentang oleh Nates(ayah) dan Kanalitnuk (ibu).
e.
Vanya
Vanya adalah seri kelima karya Hilman yang ditulis bersama A. Mahendra pada tahun 1994. Dikisahkan Vanya adalah wanita Jakarta yang kuliah
di Bandung. Buku ini telah disinetronkan dan diperankan oleh Astrid Tiar.
f.
Vladd
Vladd adalah seri keenam karya Hilman yang ditulis bersama A.
Mahendra. Dikisahkan Vladd adalah pelajar SD yang genius.Selain buku, Hilman
Hariwijaya juga menciptakan sinematografi.
2.
Marga T
Daftar berikut ini
memuat sebagian dari karya Marga Tjoa:
No
|
Judul
|
Tahun
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
|
Sekali dalam 100 tahun: kumpulan satir
Tesa
Sembilu Bermata Dua
Setangkai Edelweiss
Untukmu Nana
Saskia: sebuah trilogi
Bukit Gundaling
Rahasia Dokter Sabara
Saga Merah
Fatamorgana
Monik: sekumpulan cerpen
Sebuah Ilusi
Lagu Cinta: kumpulan cerpen
Sepotong Hati Tua
Bukan Impian Semusim
Gema Sebuah Hati
|
1990
1990
1989
1988
1986
1987
1987
1987
1987
1988
1988
|
3.
Nh. Dini
Peraih penghargaan SEA Write Award dibidang sastra dari Pemerintah Thailand
ini sudah telanjur dicap sebagai sastrawan di Indonesia, padahal ia sendiri
mengaku hanyalah seorang pengarang yang menuangkan realita kehidupan,
pengalaman pribadi dan kepekaan terhadap lingkungan ke dalam setiap tulisannya.
Ia digelari pengarang sastra feminis. Pendiri Pondok Baca NH Dini di Sekayu,
Semarang ini sudah melahirkan puluhan karya.
4.
Mira Widjaja
Novel Mira Widjaja yang paling terkenal berjudul “di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi” yangditerbitkan pada tahun
1980. Ia terus menghasilkan karya, berkiblat pada penulis-penulis
seperti Nh. Dini, Agatha Christie, Y.
B. Mangunwijaya dan Harold Robbins. Mira, bersama dengan Marga T, dianggap sebagai pelopor penulis keturunan Tionghoa di Indonesia, menjadi
inspirasi bagi penulis-penulis berikutnya seperti Clara Ng.
Hingga tahun 1995, Mira telah menerbitkan lebih dari 40 novel, kebanyakan
di antaranya telah diangkat menjadi film dan sinetron, termasuk Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi, Ketika Cinta Harus
Memilih, dan Permainan Bulan Desember.
5.
Ahmadun Yosi Herfanda
Karya-karya Ahmadun dipublikasikan di berbagai media sastra dan antologi
puisi yang terbit di dalam dan luar negeri, antara lain, Horison, Ulumul Qur'an, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana (Brunei), antologi puisi Secreets Need Words (Ohio University, A.S., 2001), Waves of Wonder(The International Library of Poetry,
Maryland, A.S., 2002), jurnal Indonesia and The Malay World(London, Inggris,
November 1998), The Poets’ Chant (The Literary Section, Committee of
The Istiqlal Festival II, Jakarta, 1995).
Beberapa kali sajak-sajaknya dibahas dalam "Sajak-Sajak Bulan Ini
Radio Suara Jerman" (Deutsche Welle). Cerpennya, Sebutir Kepala dan
Seekor Kucing, memenangkan satu di antarapenghargaan dalam Sayembara Cerpen Kincir
Emas 1988 Radio Nederland (Belanda) dan dibukukan dalam Paradoks Kilas Balik
(Radio Nederland, 1989). Tahun 1997 ia meraih penghargaan tertinggi dalam
Peraduan Puisi Islam MABIMS (forum informal Menteri Agama Brunei, Indonesia,
Malaysia, dan Singapura).
Beberapa buku karya Ahmadun yang telah terbit sejak dasawarsa 1980-an,
antara lain:
a. Ladang Hijau (Eska Publishing, 1980),
b. Sang Matahari (kumpulan puisi, bersama Ragil Suwarna Pragolapati, Nusa
Indah, Ende, 1984),
c. Syair Istirah (bersama Emha Ainun Nadjib dan Suminto A. Sayuti,
Masyarakat Poetika Indonesia, 1986).
d. Sajak Penari (kumpulan puisi, Masyarakat Poetika Indonesia, 1990),
e. Sebelum Tertawa Dilarang (kumpulan cerpen, Balai Pustaka, 1997).
f.
Fragmen-fragmen
Kekalahan (kumpulan sajak, Forum Sastra Bandung, 1997),
g. Sembahyang Rumputan (kumpulan puisi, Bentang Budaya, 1997).
h. Ciuman Pertama untuk Tuhan (kumpulan puisi, bilingual, Logung Pustaka,
2004).
i.
Sebutir Kepala dan
Seekor Kucing (kumpulan cerpen, Bening Publishing, 2004),
j.
Badai Laut
Biru (kumpulan cerpen, Senayan Abadi Publishing, 2004).
k. The Warshipping Grass (kumpulan puisi bilingual, Bening Publishing,
2005).
l.
Resonansi
Indonesia (kumpulan sajak sosial, Jakarta Publishing House, 2006).
m. Koridor yang Terbelah (kumpulan esei sastra, Jakarta Publishing House,
2006).Yang Muda yang Membaca (buku esai panjang, Kemenegpora RI, 2009).
n. Sajadah Kata (kumpulan puisi, Pustaka Littera, 2013).
E.
Kualitas Sastra
Angkatan 80
Setiap angkatan karya sastra pasti memiliki kelebihan
dan kekurangan, seperti padaa angkatan 80.
a.
Kelebihan karya sastra angkatan 80
1)
Memiliki wawasan
estetik yang luas.
2)
Bertema tentang roman percintaan dan
kisah kehidupan yang indah bagi masyarakatsehingga memberi kesan kebahagiaan bagi pembacanya.
3)
Menekankan pada
pemikiran dan cara penyampaian dalam karya sastra;
4)
Periode 80-an ini
merupakan sastra yang dinamik yang bergerak bersama masyarakat Indonesia untuk
menuju kehidupannya yang baru dengan wawasan konstitusional
5)
Para sastrawan mengikuti
perkembangan jaman yang dituntut adanya keberanian dan kreativitas untuk
berkarya.
6)
Periode 80-an ini karya sastra
film juga berkembang pesat dan.
7)
Karyasastraera 1980-an ini juga
tumbuh sastra yang beraliran pop.
b.
Kekurangan karya sastra angkatan 80
1)
Karya sastra angkatan 80-an diwarnai dengan aturan-aturan yang ketat dan
dipengaruhi oleh kegiatan politik.
2)
Karya sastra yang lahir
pada tahun 80-an dipengaruhi proses depolitisasi.
3)
Sastra yang muncul jadi
tidak sesuai dengan realitas sosial politik serta tidak menunjukkan kegelisahan
dan kesakitan kolektif masyarakat pada masa itu.
DAFTAR PUSTAKA
Rismawati. 2017. Perkembangan
Sejarah Sastra Indonesia. Banda Aceh: Bina Karya
Akademika
Manda, Nursyam. 2009. “Karakteristik Karya
Galang, Anandya. 2008. “Sastra Angkatan 80