Sejarah
Sastra Zaman Jepang
1.
Sejarah
Pada awal tahun 1942 bangsa Jepang masuk ke
Indonesia dan berkuasa. Kedatangan dan kekuasaan yang relatif singkat, kurang
lebih tiga setengah tahun mampu mengubah berbagai aspek kehidupan di Indonesia.
Dengan gerakan 3A-nya hampir sebagian rakyat Indonesia menaruh harapan pada
bangsa Jepang membebaskannya dari cengkraman penjajah. Semua yang berbau
Belanda dilarang digubakan dan dihapus. Sebagi pengganti bahasa Belanda, bahasa
Indonesia diresmikan penggunaannya dalam berbagai kegiatan sampai ke
pelosok-pelosok tanah air Indonesia. Rakyat Indonesia diharuskan bekerja,
dijadikan tentara Heiko dengan dalih untuk memenangkan bangsa Asia dalam perang
Asia Timur Raya. Dalam kenyataan semua ini untuk kepentingan bangsa Jepang.
Bukan untuk kemenangan rakyat Indonesia,bahkan kehidupannya ,menjadi sangat
sengsara. Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia, satu hal yang sangat
positif disumbangkannya adalah meresmikan bahasa Indonesia, sebagai bahasa satu-satunya
yang boleh dipakai untuk berkomunikasi di Indonesia, baik secara formal maupun
nonformal.
Pada waktu itu bahasa Indonesia mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Bahasa Belanda dilarang oleh Jepang, sedangkan
bahasa Jepang yang dicoba untuk segera diajarkan secara luas kepada bangsa
Indonesia belum banyak dikuasai. Akibatnya, bahasa Indonesia secara langsung
dipergunakan dalam segala bentuk perhubungan; sebagai bahasa administrasi
negara dan sebagai bahasa ilmu dan kebudayaan pada umunya. Sejak saat itu
penggalian potensi yang ada pada bahasa Indonesia diusahakan secara
sungguh-sungguh. Dengan demikian, orang menjadi sadar akan kemampuan bahasa
Indonesia dalam menampung perkembangan ilmu dan kebudayaan modern. Dengan
makin intensifnya bahasa Indonesia digunakan dalam berbagai aspek kehidupan di
tanah air, berdampak pula dalam kehidupan bersastra. Karya sastra yang
merupakan salah satu dari karya seni, dipergunakan juga sebagai media untuk
melakukan protes dan perlawanan terhadap kekejaman Jepang. Menyadari akan hal
ini, besar kemungkinannya akan membahayakan pemerintah Jepang.
Oleh karena itulah didirikannya suatu badan yang
bertujuan untuk mengadakan sensor terhadap karya-karya yang terbit. Badan ini
didirikan dengan nama “Keiimin Bunka Sidhoso” atau populer
dengan nama “Pusat Kebudayaan”. Selaku penasehatnya adalah orang Jepang yang
bernama Sakai. Diketuai oleh Armijn Pane dan anggota-anggotanyanya
berasal dari bangsa Indonesia. Melalui badan
inilah diterbitkan cerpen, puisi, dan drama yang sesuai dengan pesanan Jepang
untuk propaganda politiknya. Usaha dan kegiatan yang harus dipropagandakan
itu antara lain: menanam biji jarak, giat menambah produksi, bekerja keras di
pabrik, sanggup masuk barisan jibaku tai (barisan berani mati), membantu perang
Asia Timur Raya, dan lain-lain. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa
semua yang dihasilkan oleh pusat kebudayaan tidak mengandung arti sama sekali
bagi kehidupan perkembangan sastra Indonesia. Ada beberapa pengarang yang
dengan kecerdikannya memasukkan unsur propaganda hanya sekdar sebagai latar
belakang cerita saja, bukan sebagai tujuan yang terjelma dalam tema cerita.
Pengarang yang menolak kehadiran Jepang dan mepunyai idealisme tetap berkarya
tetapi hasil karyanya tidak diterbitkan dalam waktu tertentu untuk menghindari
risiko, ditangkap, atau disiksa. Kecuali para pengarang yang lari ke dunia
simbolis, karya sastranya tetap diterbitkan dengan penuh risiko. Artinya, jika
makna-makna simbolisnya dipahami Jepang, pengarangnya pasti ditangkap, disiksa
bahkan bisa jadi dipenjarakan. Dengan dasar persoalan ini, sastra pada zaman
Jepang dibagi menjadi dua jenis, yaitu sastra yang tidak diterbitkan/sastra
tersimpan dan sastra yang diterbitkan/sastra tersiar.
2.
Karakteristik
a. Sastra
tersiar pada masa itu tidak terlepas dari unsur tendens, yaitu tendens membantu
perang Jepang, bahkan tendens itu begitu jelas sehingga berubah sifat menjadi
propaganda. Tendens itu tampak pada dua novel yaitu “Palawija” karangan Karim
Halim dan “Cinta Tanah Air” karangan Nur Sutan Iskandar.
b. Sastra
tersiar yang tidak mengandung tendens umumnya menyatakan maksud isinya dalam
bentuk simbolik atau bersifat pelarian dari realitas kehidupan yang pahit,
misalnya “ Dengar Keluhan Pohon Mangga” dan karya Maria Amin. Cerpen Bakri
“Burung Balam" keduanya bersifat simbolik.
c. Sastra
tersimpan umumnya berupa sastra kritik yang berisi kecaman dan sindiran
terhadap ketidakadilan yang terdapat dalam masyarakat. Wujud sastra kritik ini
dapat bermacam-macam; misalnya satire (baik sinis atau bersifat humor, simbolik
atau berupa kritik lugas). Kritik yang lugas seperti pada puisi Dullah yang
berjudul “Anak Rakyat”.
d. Karya
sastra masih bercorak simbolik
e. Genre
sastra dominan pada masa Jepang yaitu puisi, cerpen dan drama. Akan tetapi
sastra yang mencolok ialah drama. Dalam pertumbuhan dan perkembangan sastra
Indonesia belum pernah terjadi kehidupan drama sesubur di zaman Jepang.
3.
Ciri-ciri Sastra Jaman Jepang
a. Bicara
tentang kegetiran nasib di tengah penjajahan Jepang yang sangat menindas,
b. menampilkan
cita-cita merdeka dan perjuangan revolusi fisik.
c. Pada
masa Jepang untuk berkelit dari sensor penguasa,
d. Berkembang
sastra simbolik.
e. Muncul
ungkapan-ungkapan yang singkat-padat-bernas (gaya Chairil Anwar dalam puisi) ,dan
f. kesederhanaan
baru dengan kalimat pendek-pendek nan lugas (gaya Idrus dalam prosa
fiksi/sketsa).
4.
Sastrawan dan Karya-karyanya
a.
Usmar
Ismail
Lahir
di Bukittinggi, Minggu, 20 Maret 1921 Meninggal Sabtu, 02 Januari 1971 di
Jakarta. Pendidikan : HIS, MULO-B, AMS-A II (Barat Klasik) selesai 1941, Jurusan
Film Univ. Kalifornia (BA-1953).
Hasil
karya:
-
Puntung Berasap (kumpulan sajak);
-
Mutiara dari Nusa Laut (drama radio);
-
Tempat Yang Kosong (drama).
b.
Rosihan
Anwar
H.Rosihan
Anwar dilahirkan di Kubang Nan Dua, Sumatra Barat, tanggal 10 Mei 1922. Ia termasuk salah seorang pengarang yang
tidak terpengaruh oleh propaganda Jepang.
Hasil
karya:
-
Radio Masyarakat;
-
Lukisan (Sajak);
-
Lahir dan Batin (sajak);
-
Raja kecil;
-
Bajak Laut di Selat Malaka.
c.
Amal
Hamzah
Ia dilahirkan di Binjai
Langkat, tanggal 31 Agustus 1952. Adik dari Amir Hamzah (sastrawan angkatan
Pujangga Baru) .
Hasil
karya:
-
Bunga Seroja dari Gangga ;
-
Bingkai Retak (cerpen);
-
Teropong (cerpen);
-
Pembebasan Pertama (kumpulan sajak dan
cerpen);
d.
El
Hakim (Abu Hanifah)
Hasil
karyanya:
-
Taufan di Atas Asia (kumpulan drama
berisi empat cerita drama: 1. Taufan di Atas Asia, 2. Intelek Istimewa, 3.
Insan Kamil, 4. Dewi Reni);
-
Dokter Rimba (novel);
-
-Rogaya (novel);
e. MS. Ashar
Hasil
karyanya:
-
Bunglon (puisi).
f. Idrus
Chairil Anwar adalah
seorang penulis yang sudah mulai menulis pada zaman Jepang. Ia bersifat
Individuaslistis, tetapi karyanya baru disiarkan pada masa ‘45. Ia juga sebagai
seorang pelopor Angkatan ’45.
Hasil
karyanya
-
Corat-Coret di Bawah Tanah.
DAFTAR
PUSTAKA
Badudu, JS 1985. Aneh
Biz Aneh Bahasa Indonesia. Bandung : Pustaka Prima.
Pusat
Pengembangan dan Pengembangan Bahasa. 1995.Perioderisasi
Kesusastraan Indonesia. Jakarta
: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sarwadi, Prof.
Drs. H. 2004. Sejarah Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama
Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar