PEMBAHASAN JENAZAH
A.
Pengertian
Setiap
sesuatu atau setiap yang berjiwa pasti akan musnah, rusak hancur, atau mati.
Tidak ada satupun yang sempurna, abadi atau hidup kekal, baik ia seorang
pembesar, raja,
kaisar, presiden, kepala negara bahkan nabi ataupun rasul sekalipun, kecuali
Allah SWT. Kesempurnaan dan kekekalan hanyalah ada pada Allah yang maha
sempurna lagi maha kekal.
Dalam
Al-Quran Allah berfirman yang artinya: tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukan
kedalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS. Ali’imran /3: 185).
Hal
tersebut menunjukan bahwa hakikat sesuatu itu datang dari Allah dan akan
kembali kepadanya, dan kehidupan yang pana ini di dunia adalah semata untuk berbakti
(beribadah ) kepada Allah SWT.
Kata
“jenazah” berasal dari kat a arab “janazah” artinya tubuh mayat. Sedangkan
“jinazah” berarti tandu pembawa tubuh
mayat, berasal dari kata “janaza’’ yang berarti menutupi. Dinamakan jenazah,
karena tubuh mayat itu harus ditutupi.
B.
Mengunjungi
Orang Sakit
Islam
mengembirakan kaum muslimin untuk berkasih-kasihan, saling mencintai dan
menyukai, antara lain dengan jalan mempopulerkan ucapan salam diantara mereka
dan memberi berbagai hadiah. Secara khas islam menganjurkan anjangsana
(kunjung-mengunjungi) diantara mereka supaya kasih sayang bertambah kokoh dan
persaudaraan islam bertambah erat. Hal ini diutamakan dalam mengunjungi orang
yang sakit, karena kunjungan itu sangat berpengaruh kepada jiwa sisakit, sebab
ia berada dalam keadaan sangat rindu kepada orang yang menghibur, yang dapat
menghilangkan kesepiannya,
dan memberikan sokongan batin untuk memulihkan kesehatannya kembali.
Oleh
karena itu, seyogyanyalah orang yang mengunjungi orang sakit sedapat mungkin
menjaga perasaan sisakit. Jangan mengatakan sesuatu kecuali yang dapat
mengembirakan dan memperkuat jiwanya. Baik juga dirabanya tangan atau dada
sisakit (kalau yang sejeis dengannya atau masih muhrimnya), dan ditanyai hal
serta keadaan serta apa yang dirasakannya tidak mengapa: insya Allah saudara
akan sembuh, suci, beroleh pahala dan afiat dari Allah’’ dan ucapan-ucapan lain
yang mengembirakan serta membesarkan hatinya.
Selain
itu ada beberapa petunjuk untuk orang yang menderita sakit antara lain :
1.
Hendaknya
berlaku sabar dan tabah
Kalau
seorang hamba Allah menderita sakit,laluia sabar dan tabah menahan sakitnya
tanpa mengeluh, marah, goncang hati dan getar maka sikap yang demikian itu
adalah amat baik baginya sewaktu hidupnya maupun sesudah matinya.
2.
Mengadukan
sakit atau berobat.
Orang
yang menderita sakit dalam ajaran islam dibolehkan mengadukan sakitnya kepada
teman atau kerabat untuk memperoleh bantuan atau mendapatkan petunjuk dalam
mengurangi atau menyembuhkan sakitnya. Atau ia dibolehkan untuk mendatangakan
dokter agar dapat mengobati penyakitnya. Pengaduan maupun usaha berobat jangan
diiringi dengan perasaan kesal atau jengekel, apalagi marah-marah serta
perasaan cemas yang berlebihan, karena hal itu bertentangan dengan sifat sabar
dan tabah sebagaimana diperintahkan oleh Allah untuk orang yang sakit.
3.
Berdoa
dan memohon pertolongan kepada Allah
Bagi
penderita sakit, salah satu upaya untuk menentramkan hatinya ataupun berharap
disembuhkan penyakitnya adalah berdoa kepada Allah , atau minta didoakan kepada
teman atau karib kerabat, ataupun orang yang dianggap alim agar Allah
memberikan kesabaran dan melepaskan penderitaan sakit.
Apabila
seseorang melihat (hadir di sisi) orang sakit yang akan meninggal dunia, atau
kemudian meninggal dunia, hendaklah dilakukan hal-hal sebagai berikut.
1.
Disunahkan
berdo’a
Do’a yang dibacakan
adalah sebagai berikut” ya Allah, ampunilh ku dan dia di dunia ini.
2.
Hendaklah
memejamkan matanya.
Apabila didapatkan
orang yang meninggal dunia itumatanya terbelalak, hendaklah dikatupkan atau
dipejamkannya.
3.
Dihadapkan
ke arah kiblat
Si mayat hendaklah
dibaringkan di atas lambungnya yang kanan dan dihadapkannya ke kiblat.
4.
Si
mayat ditutupi dengan kain yang baik.
Setelah dihadapkan ke
qiblat si mayat hendaknya ditutupi dengan kain yang baik
5.
Segera
dikhabarkan kematiannya.
Sesegera mungkin
apabila seseorang meninggal dunia agar dijhabarkan kepada karib-kerabat, handai
taulan, atau khalayak ramai supaya orang-orang dapat melayat dan membantu
melakukan perawatan terhadap jenazah.
6.
Segera
dilunasi hutang-hutangnya.
Apabila seseorang
meninggal dunia, sedang ia meninggalkan hutang, hendaknya segera dibayarkan
hutangnya. Hutang itu sebaiknya diambil dari harta peninggalanya sendiri.
Namun, jika tidak meninggalkan harta peninggalan, maka para ahli warisnya dapat
menanggung hutang-hutang si mayit.
C.
Memandikan
mayat.
Yang
dimaksud dengan memandikan mayat ialah membersikan dan menyucikan dari kotoran
dan najis yang melekat yang melekat kepadanya selama sakitnya, supaya ia pergi
menghadap tuhannya dalam keadaan bersih dan suci. Oleh karena itu, islam
mewajibkan memandikan mayat, hukumnya fardhu
kifayah. Orang yang lebih berhak memandikan mayat adalah karib-kerabat,
anggota keluarga atau muhrimnya. Bahkan dalam sebuah hadis dinyatakan lebih
utama bagi seorang suami memandikan mayat isterinya atau sebaliknya, kecuali
berhalangan. Selain itu jika bukanmuhrimnya, mayat hanya dapat dimandikan oleh
orang-orang yang sejeni, mayat laki-laki dimandikan oleh oranglaki-laki, mayat
perempuan dimandikan oleh orang-orang perempuan, dan orang-orang tersebut
adalah yang dapat dipercaya.
Sebah
hadist mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda kepada Aisah :
“Apa halangannya seupama engkau meninggal
sebelum aku, akulah yang memandikanmu, menyolatkanmu dan menguburkanmu” (HR.
AL-nasai dan ibnu Hibbban, kemudian disahkannya).
Dalam
suatu suatu riwayat dikemukakan bahwa ali bin abi thalib memandikan jenazah
istrinya (siti fatimah) . diriwayatkan
pula, bahwa abu bakar telah berwasiat kalau meninggal supaya dimandikan oleh
Asma binti Unais.
Cara
memandikan mayat antara lain sebagai berikut.
1.
Mula-mula diletakan
diatas dipan, dilepaskan seluruh pakaiannya, kecuali auratnya (harus ditutupi).
2.
Menyiramkan air
keseluruh tubuhnya sekali saja, walaupun iya berhaid atau berjunub.
3.
Diremas-remas perutnya pelan-pelan
untuk mengeluarkan kotoran yang masih mungkin ada didalamnya.
4.
Dihilangkan kotoran dan
najis dari badannya.
5.
Dibersihkan kemaluannya
dengan berlapiskan sepotong kain (tidak disentuh dengan tangan secara langsung,
karena memegang kemaluan orang lain hukumnya adalah haram)
6.
Diwudhu’kan seperti
wudhu untuk shalat, dan dibersihkan gigi nya dengan secarik kain yang
digosok-gosokan dengan jari tangan.
7.
Dimandikan berkali-kali
dengan jumblah yang ganjil ( tiga, lima atau tujuh kali), dengan air dan
dibolehkan memakai sabun ( di zaman nabi dengan daun bidara) dan diakhiri
dengan kapur barus.
Sewaktu dimandikan hendaknya
mendahulukan bagian yang kanan, daripada yang kiri, jika mayatnya perempuan,
maka haruslah dilepaskan sanggul rambutnya dan dibersihkan, lalu dikipaskan
kembali dan dibiarkan menjulur kebelakang, dalam riwayat yang lain, rambut
mayat perempuan dikepang (dijalin) tiga, satu kepang di ubun-ubun dan dua
kepang di sampingnya.
Kalau sudah selesai dimandikan, haruslah
dikeringkan badanya dengan handuk supaya kain kafan tidak basah, dan disunah
diberi wangi-wangian.
Adapun dalil hadist berkenana dengan
memandikan mayat adalah sebagai berikut.
‘’dari ummi athiyyah bahwa Rasulullah SAW
bersabda ketika anak perempuan beliau diamndikan mulailah dengan anggota yang
kanan dari anggota wudhunya (HR. Al-bukhary dan muslim).
D. Mengafani Mayat.
Mengafani
mayat adalah menutup badan dan auratnya sebagai penghormatan bagi manusia.
Boleh menggunakan pakaian apapun juga yang bisa dipakai oleh kaum
muslimin,serta warna apapun, begitu juga dalam keadaan terpaksa, tidak ada kain
untuk mengafaninya, boleh dikafani dengan selain bahan pakaian, seperti goni,
tikar, kertas, daun, kayu dan lain sebagainya. Yang terpenting mayat harus
tertutuptubuh dan auratnya. Hanya saja sunnah yang dilakukan oleh Rasulullah
SAW, para sahabat, serta kaum muslimin sesudahnya, bahkan sampai sekarang ini
ialah dengan kain putih mulus, tidak berwarna atau bergaris-garis. Dianjurkan
kain kafan tidak yang mahal harganya dan tidak dibolehkan untuk memakai kain
sutera, cukup dengan memakai kain yang sederhana.
Dari
ibnu abbas Ra bahwa Rasulullah SAW bersabda : pakailah pakaian mu yang berwarna putih,karena ia sebaik-baik pakaianmu
dan kafanilah dengannya mayatmu ‘’(HR,Ahmad,Abu Dawud dan al-Turmudzy).
Perlu
pula diketahui, bahwa kain kafan bagi kaum pria sebanyak tiga lapis, tidak
disertai atau sorban. Sedangkan untuk kaum wanita boleh dikafani layaknya
seperti kaum pria, atau dengan lima lapis kain kafan yang terdiri dari ; sarung
(kain basahan ), baju karung, dan kerudung sebagai penutup kepala.
Dari
Aisyah Ra . berkata, rasulullah saw
dikafani dengan tiga lapis pakaian kain putih bersih terbuat dari kapas tanpa
baju karung dan sorban” (HR. Al-bukhary dan Muslim).
Adapun
tatcara mengafani mayat adalah sebagai berikut:
1.
Bagi
mayat laki-laki
Diharapkan kain kafan
sehelai-helai dan ditaburkan di atas tiap-tiap lapis kain itu harum-haruman
seperti kapur barus, atau lainnya. Lantas mayat diletakan di atasnya sesudah
diberi kapur barus dan sebagainya. Kedua tangannya diletakan di atas dadanya,
tangan kanan di atas tangan kiri, atau kedua tangan itu diluruskan menurut
lambungnya (rusuknya).
2.
Bagi
mayat perempuan
Dipakaikan kain
basahan, baju, tutup kepala, lalu kerudung. Kemudian, dimasukkan ke dalam kain
yang meliputi seluruh badannya. Diantara beberapa lapisan kain tadi sebaiknya
diberi harum-haruman seperti kapur barus.
Dalam
memberikan harum-haruman (kapur barus), hendaknya di bagian kepala lebih banyak
daripada di bagian kakinya. Di bagian wajah, tempat sujud dan lubang-lubang
wajahnya dibubuhi minyak wangi, dibagian perutnya serta lain-lain bagian
badannya diberi kapur barus. Di lubang hidung dan matanya diberi kapas supaya
tidak keluar daripadanya sesuatu.
Bagi
orang yang meninggal dalam keadaan menunaikan ibadah haji sewaktu masih
berpakaian irham, tidak dilakukan penghafalan sebagaimana yang berlaku umum.
Mereka berlaku khusus, setelah mayatnya dimandikan, dikafani dengan pakaian
yang masih dikenakannya (pakaian ihram), tanpa ditutupi kepalanya (bagi kaum
pria), dan tidak diberi kapur barus (wangi-wangian).
E.
Menyalatkannya
Shalat
jenazah disyari’atkan untuk mendo’akan dan memohon rahmat Allah untuk simayat,
hukumnya fardhu kifayah. Dalam menyalatkan jenazah hendaknya berlaku ikhlas,
berdoa kepada Allah, semoga segala kebaikan atas amalnya diterima dan segala
kesalahannya diampuni Allah SWT.
Menurut
ulama fiqh, rukun shalat jenazah adalah: niat, berdiri, membaca takbir, membaca
al-fatihah, membaca shalawat, berdo’a, dan mengucapkan salam. Sebagian besar
ulama berpendapat bahwa takbir dalam shalat jenazah sebanyak empat kali.
Sebelum
dilakukan shalat jenazah, hendaknya mayat dijuruskan ke qiblat di hadapan
orang-orang yang menyalatkannya. Apabila mayatnya laki-laki, imam hendaknya
berdiri di hadapan kepala mayat, namun bila mayatnya perempuan, imam berdiri di
depan pinggang (ditengah-tengah tubuh) mayat.
Dalam
menyalatkan jenazah, hendaknya jama’ah shalat bershaf-shaf , sekurang-kurangnya
tiga shaf. Artinya, memperbanyak shaf lebih baik hukumnya, sebagaimana hadits
Rasulullah SAW berikut:
“Dari
Malik bin Hubairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Setiap orang mu’min
yang dishalatkan oleh orang-orang Islam sampai tiga shaf tentulah diampuni
Allah segala dosa-dosanya” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan yang lainnya)
Selanjutnya,
cara menyalatkan jenazah adalah sebagai berikut:
1. Mula-mula
berdiri menghadap ka arah mayat (sebagaimana dikemukakan di atas) diiringi
dengan niat karena Allah SWT, kemudian takbir: “Allahu Akbar” sambil mengangkat
kedua tangan
2. Selanjutnya,
membaca Surat Al-Fatihah. Setelah selesai, melakukan takbir yang kedua: “Allahu
Akbar” disertai dengan mengangkat kedua tangan.
3. Kemudian,
membaca shalawat atas Nabi SAW. Setelah ini takbir lagi yang ketiga kalinya
sebagaimana takbir sebelumnya.
4. Lalu,
membaca do’a sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadist, diantaranya:
5. Kemudian
membaca doa kembali
“Ya Allah, janganlah
Engkau (tutupi) kami daripada mendapat ganjarannya, janganlah Engkau beri kami
fitnah sepeninggalannya, dan ampunilah kami dan dia” (HR Al-Hakim).
6. Kemudian
salam, dengan memalingkan muka ke kanan dan ke kiri.
Perlu diperhatikan, bahwa syarat
melakukan shalat jenazah, sama halnya dengan syarat shalat pada umumnya,
seperti: suci dari hadats dan najis.
Apabila mendengar seseorang
meninggal dunia, sementara itu kita tidak berada dekat dengannya, atau karena
sudah melewati beberapa hari lamanya, dan mayat itu sudah dikuburkan, maka dibolehkan
menyalatkan mayat yang tidak berada di samping orang-orang yang menyalatkannya.
Shalatnya itu dinamakan “shalat ghaib”, tatacaranya sama dengan shalat jenazah,
dengan membentuk shaf-shaf.
Sabda Rasulullah SAW:
“Dari Jabir, berkata Rasulullah SAW:
Telah meninggal hari ini seorang laki-laki yang shaleh di negeri Habsyi, maka
berkumpul dan shalatlah kamu untuknya. Lalu kami membuat shaf di belakangnya,
beliau shalat untuk mayat itu, sedang kami (mengikutinya) dengan bershaf-shaf”
(HR. Al-Bukhary dan Muslim).
F.
Menguburkannya
Kewajiban
yang keempat terhadap mayat ialah menguburkannya. Hukum menguburkan mayat juga
fardhu kifayah. Dalamnya kubur sekurang-kurangnya kira-kira tidak tercium bau
busuk mayat itu dari atas kubur (ada yang menyebutkan dengan ukuran orang
berdiri tegak), dan tidak dapat dibongkar oleh binatang buas, karena maksud
menguburkan mayat ialah untuk menjaga kehormatan mayat itu dan menjaga
kesehatan orang-orang yang ada di sekitar tempat itu. Selain itu, penguburan
terhadap mayat adalah termasuk penghormatan Allah kepada manusia selagi
hidupnya dan sesudah matinya.
Lubang
kubur disunnatkan memakai lubang lahad kalau tanah pekuburan itu keras, tetapi
jika tanah pekuburan itu tidak keras, tetapi jika tanah pekuburan itu tidak
keras (mudah runtuh), seperti tanah yang tercampur pasir, maka lebih baik
dibikinkan lubang tengah.
Cara
menguburkan mayat adalah sebagai berikut:
Sesampainya
mayat di kubur, hendaknya diletakkan kepalanya di sisi kaki kubur, lalu
diangkat ke dalam lahad atau lubang tengah, dimiringkan ke sebelah kanannya,
dihadapkan ke qiblat. Kemudian dibuka tali-tali kafannya, dibuka wajahnya, dan
kepalanya diberi bantal tanah atau bata yang belum dibakar, dan diletakkan pipi
kanannya di atas tanah dan punggungnya ditopang dengan bata yang belum dibakar
supaya tidak terlentang, tanpa dibacakan adzan dan qomat di kubur, karena
merupakan suatu bid’ah (bukan bersumber dari Rasulullah SAW). Lalu, liang lahad
atau liang tengah ditutup dengan papan, dan selanjutnya ditimbun dengan tanah.
Ketika meletakkan mayat ke dalam kubur, disunnatkan membaca
“Dengan
nama Allah, dan atas agama Rasulullah” (HR. Al-Turmudzy dan Abu Dawud).\
Bagi
orang yang menghadiri penguburan itu disunnatkan hukumnya mengambil tiga cakup
tanah dengan kedua belah tangan, lalu melemparkannya ke dalam kubur mulai dari
jurusan kepalanya mayat.
Hal-hal
yang disunnatkan yang berkenaan dengan kubur, di antaranya:
1. Menutup
kain diatasnya ketika memasukkan mayat perempuan.
2. Meninggikan
dari tanah biasa, sekedar sejengkal agar diketahui.
3. Kubur
lebih baik didatarkan daripada dimunjungkan.
4. Menandai
kubur dengan batu atau sebagainya di sebelah kepalanya.
5. Menaruh
kerikil (batu-batu kecil) di atas kubur.
6. Menyiram
kubur dengan air.
7. Esudah
mayat selesai dikuburkan, disunnatkan bagi yang mengantarkan berhenti sebentar
untuk mendo’akannya.
Beberapa larangan yang
bersangkutan dengan kubur:
1. Menembok
kubur.
2. Duduk
di atasnya.
3. Membuat
rumah di atasnya.
4. Membuat
tulisan-tulisan di atasnya.
5. Membuat
pekuburan menjadi masjid.
6. Mengubur
mayat tatkala terbit matahari, matahari di atas kepala, dan ketika matahari
akan terbenam.
G.
Ta’ziyah
dan Ziarah Kubur
Sesudah
selesai segala kewajiban terhadap simayat, yang hukumnya merupakan fardhu
kifayah, masih terdapat beberapa hal yang berhubungan dengannya, yaitu ta’ziyah
dan ziarah kubur.
Ta’ziyah,
berasal dari kata “al-‘aza”, artinya menyabarkan. Maksudnya, ialah menyabarkan
anggota keluarga yang ditimpa musibah kematian, atau pernyataan berduka cita,
berbela sungkawa.
Hukum
berta’ziyah disunnatkan selama tiga hari lamanya dengan ucapan-ucapan atau
kata-kata yang dapat meringankan tekanan musibah orang yang ditimpa kemalangan
tersebut. Mendo’akan mayat supaya mendapat ampunan, dan memperoleh ganti
kebaikan bagi anggota yang ditinggalkan.
Selain
itu, kaum kerabat, tetangga, dan para sahabat orang-orang yang ditimpa musibah
hendaknya memberi bantuan finansial, misalnya berupa makanan ataupun apa saja
bentuknya yang dapat menghibur dan menyenangkan.
Ziarah,
artinya berkunjung. Ziarah kubur, ialah mengunjungi makam (kubur) orang yang
meninggal dunia, disunnatkan bagi kaum laki, dan dimakruhkan bagi kaum
perempuan, karena dikhawatirkan tidak dapat menahan kesedihan yang terlalu
dalam, atau bersikap emosional.
Ziarah
kubur, dimaksudkan untuk mengenangkan perbuatan-perbuatan orang yang telah
meninggal, guna mengambil pelajaran dengan mengikuti segala kebaikannya dan
menjauhkan segala perbuatan jeleknya. Selain itu, untuk mendo’akan simayat dan
untuk mengingat, bahwa kitapun yang berziarah akan seperti mayat itu pula, yang
pasti akan mati dan dikuburkan sebagaimana yang ia lihat, sehingga dapat
mengingat akhirat. Di samping itu, dianjurkan memberi salam kepada ahli kubur
pada waktu memasuki pelataran kubur, dan dilarang duduk diatas kubur waktu kita
menziarahinya.
Lafazh
“zawwarat” itu bermakna selalu berziarah. Bagi kaum wanita dilarang selalu
menziarahi kubur, namun tidak mengapa bila sekali-kali saja, asalkan tidak
sedih berlebihan.
“Dari
Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya: Rasulullah SAW mengajari mereka ketika
mereka pergi ke kubur, supaya mereka mengatakan: Semoga selamat sejahtera bagi
kamu sekalian ahli kubur, mu’minin dan muslimin. Kami insya Allah akan menyusul
kamu. Kamu telah mendahului dan kami mengikuti kemudian. Kami memohonkan untuk
diri kami dan untuk kamu kesejahteraan” (HR. Ahmad, Muslim dan yang lainnya).
DAFTAR PUSTAKA
KH Ma’rifat Imam dan
Nandi Rahman. 2002. Ibadah Akhlak. Jakarta.
Uhamka Press.
Hussein Bahreisy.
1980. Himpunan Hadits Pilihan Hadits
Shahih Bukhari.
Surabaya.
Al Ikhlas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar