Kematian atau Maut
Pembicaran kematian atau maut ini meliputi tentang arti kematian, proses
kematian, dan maknanya.
Setiap saat manusia
dikungkung oleh kematian, dan setiap hari kita berjumpa dengan iring-iringan
jenazah. Penyebab kematian bermacam-macam, seperti kecelakan, perang serangan
penyakit, dll.
Biasanya orang takut mati, dan kematian itu
mengecutkan, bahkan ada orang yang tidak mau melihat orang yang mati. Tetapi,
ada juga orang yang bersahabat dengan kematian karena orang tersebut mempunyai prinsip bahwa hidup ini menuju
mati, mati adalah sesuatu yang menarik dan menghibur serta penawar kesulitan.
Pendapat ini cukup beralasan, tetapi yang lebih penting adalah makna maut.
Semua makhluk hidup yang
ada di muka bumi tidak kekal, pada suatu saat nanti pasti akan mengalami
kematian. Karena manusia dasar atau tidak sadar terhadap kematian, maka
kematian dan maut menimbulkan persoalan bagi manusia. Misalnya, manusia yang
menyadari akan kematian akan berusaha sebaik-baiknya menghadapi kematian. Sebab
kematian merupakan bagian dari proses kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan.
Manusia yang tidak menyadari kematian sering terjerumus ke dalam sikap dan
perilaku yang tidak sesuai dengan agama.
Manusia mengakhiri
hidupnya di dunia ini dengan kematian; semuanya ini adalah pengalaman. Manusia
merasa bingung dan tercengang dalam menghadapi kematian. Sikap manusia terhadap
kematian beraneka ragam, ada yang bersifat budaya dan ada yang bersifat
keagamaan, bahkan ada yang berusaha mengatasi peristiwa kematian tersebut. Bagi
kita yang masih hidup, kematian merupakan data empiris. Tetapi, dapatkah kita
dengan data-data empiris ini mengambil kesimpulan yang menyeluruh ? Jawabannya
sangat sulit, sebab kematian adalah pengalaman. Kesimpulan tentang kematian
sering diperoleh dari sumber-sumber agama dan kepercayaan, seperti dikaitkan
dengan masalah surga dan neraka.
Pengetian Mati
Kata mati berarti tidak ada, gersang, tandus, kehilangan akal dan hati
nurani, kosong, berhenti, padam, buruk lepasnya ruh dari jasad (Q : 2 : 28; 2 :
164; 33 : 52; 6 : 95)
Pengertian mati yang
sering dijumpai dalam istilah sehari-hari adalah :
1. Kemusnahan dan kehilangan total roh dari jasad.
2.
Terputusnya
hubungan antara roh dan badan.
3. Terhentinya budi daya manusia secara total.
Menngenai pengertian mati yang pertama dan kedua i atas, kalau dikaji
dengan keterangan-keterangan yang bersumbur dari agama (Islam), maka kematian
bukanlah kemusnahan atau terputusnya hubungan. Kematian hanyalah terhentinya
budi daya manusia pada alam pertama, yang nanti akan dilanjutkannya terhadap
alam kedua. Ajaran agama menggambarkan adanya konsepsi adanya pertalian alam
dunia dan akhirat serta menggambarkan prinsip tanggung jawab manusia selama
hidup di dunia. Hal ini dijelaskan dalam sabda Nabi Muhammad SAW. Sebagai
berikut : “Apabila anak adam telah mati, terputuslah daripadanya budi-dayanya
kecuali tiga perkara : sedekah jariyah, ilmu yang berguna, atau anak saleh yang
mendoakan kebaikan bagi kedua orang tuanya.”
Demikian pula difirmankan
bagi Allah SAW : “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur
di jalan Allah (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup,
tetapi kamu tidak menyadarinya” (Al-Baqarah : 54)
Proses Kematian (Sakaratul-Maut)
Proses kematian seseorang beraneka ragam, mulai dari proses mati dengan
tenang sampai pada proses mati dengan terlebih dahulu mengalam kecelakaan dan
sebagainya. Ini semuanya peristiwa lahir. Demikian pula dengan sikap batin,
manusia menghadapi kematian bermacam-macam. Menurut ukuran agama, misalnya, ada
yang mati dalm keadaan iman atau sebaliknya. Kesemuanya mempunyai penilaian dan
penghargaan menurut dimensi agama yang berbeda-beda. Seseorang yang mati syahid
yang (membela agama) kedudukannya berbeda dengan seseorang yang mati bukan
syahid.
Proses kematian manusia
tidak bisa di gambarkan dengan jelas karena menyangkut segi fisik dan segi
rohani. Dari segi fisik dapat diketahui secara klinis, yaitu seseorang
dikatakan mati apabila pernapasannya dan denyut jantungnya berhenti. Dari segi
rohani ialah proses roh manusia melepaskan diri dari jasadnya. Proses kematian
dari segi rohani ini sulit digambarkan secara indrawi, tetapi nyata terjadi.
Istilahh lain dari proses
kematian adalah sakaratul maut. Sakaratul maut artinya bingung, ketakutan, dan kedahsyatan
saat sedang di cabut rohnya dari badan yang perlahan-lahan menjadi beku.
Pertama kakinya dingin membeku, perlahan-lahan bergeser ke paha, sampai ke
kerongkongan, kemudian mata terbelalak keatas mengikuti lepasnya roh.
Fungsi Kematian
Fungsi kematian ada apabila jawabannya bersumber dari ajaran-ajaran agama.
Ajaran agama tidak memandang semata-mata sebagai kematian fisik, tetapi
bersumber rohaniah, yaitu untuk memberikan pembalasan kepada manusia sesuai
dengan amal perbuatannya sewaktu hidup. Orang yang mengikuti ajaran agama
dengan yang sebenarnya dan sebaik-baiknya akan dijamin masuk surga, dan
sebaliknya, orang yang tidak mengikuti ajaran agama akan masuk neraka. Kalau
demikian, kematian itu dapat berupa bencana atau nikmat. Fungsi kematian adalah
untuk menghentikan budidaya, prestasi, dan sumbangan seluruh potensi
kemanusiaannya. Maka kemudian itu bukan akibat kesalahannya atau dosanya kepada
orang lain, atau tumbal, melainkan karena takdir.
Sikap Menghadapi Kematian
Sikap menghadapi kematian adalah kecendrungan perbuatan manusia dalam
menghadapi kematian yang diyakininya bakal terjadi. Sikapnya bermacam-macam,
sesuai dengan keyakinan dan kesadarannya.
1. Orang yang menyiapkan dirinya dengan amal perbuatan yang
baik karena menyadari bahwa kematian bakal datang dan mempunyai makna rohaniah.
2.
Orang
yang mengabaikan peristiwa kematian, yang menganggap kematian sebagai peristiwa
alamiah yang tidak ada makna rohaniahnya.
3.
Orang
yang merasa takut atau keberatan untuk mati karena terpukau oleh dunia materi.
4. Orang yang ingin melarikan diri dari kematian karena
menganggap bahwa kematian itu merupakan bencana yang merugikan, mungkin karena
banyak dosa, hidup tanpa norma, atau beratnya menghadapi keharusan menyiapkan
diri untuk mati.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan pokok-pokok pikiran tentang mati
sebagai berikut:
1. Mati adalah berhentinya budi-daya manusia secara total.
2.
Proses
kematian menyangkut segi fisik dan segi rohani.
3.
Sikap
manusia menghadapi kematian bermacam-macam.
4.
Kematian
merupakan pengalam akhir dari hidup seseorang.
5. Kesimpulan, konsepsi, atau pengertian tentang kematian
lebih banyak diperoleh dari sumber-sumber agama seperti wahyu atau ajaran agama
lainnya.
Makna Kematian
Menurut B.S. Mardiatmaja (1987), makna dibalik maut (kematian) itu adalah
maut sebagai putusnya segala relasi, sebagai kritik atas hidup, sebagai
pelepasan, sebagai awal hidup baru, dan hanya Tuhan yang merupakan penguasa
hidup dan maut. Selanjutnya Mardiatmaja menguraikan:
Maut sebagai putusnya segala relasi
Maut adalah putusnya segala relasi karena segala relasi terputus dengannya.
Mati merupakan perpisahan, sebab si mati tidak dapat bertemu dengan kita, dan
kita tidak dapat bertemu dengan si mati.
Si mati tidak dapat melakukan sesuatu yang tidak sempat dilakukannya, demikian
yang hidup tidak dapat mengerjakan sesuatu untuk si mati, misalnya membalas
kebaikannya, memujinya, dan sebagainya.
Maut menjemput kita sejak
di dunia. Kalau di artikan maut itu sebagai perpisahan, misalnya, semakin tua
umur seseorang, semakin sedikit perjumpaan dan relasinya. Tidak sedikit orang
yang kesepian, yang sudah mati sebelum maut menjemputnya. Kematian menjadi
berat karena mautmerenggut orang yang di cintainya, artinya memutuskan relasi.
Bentuk pemutusan relasi bermacam-macam, mungkin patah hati, diasingkan
(dipenjara), dan sebagainya. Peristiwa sebaliknya dapat pul terjadi, yaitu mati
karena cinta. Ini tidak dirasakan sebagai perenggut relasi, misalnya karena
membela tanah air, agama, orang tua, dan sebagainya.
Orang yang takut mati
menandakan bahwa orang tersebut tidak memiliki cinta yang mendalam dan tanpa
batas sehingga ia tidak yakin bahwa relasinya tetap terjaga, dan takut
relasinya terputus.
Maut sebagai kritik atas hidup
Maut adalah arah utama dari hidup. Segala macam dimensi kebanggaan menjadi
lenyap. Yang cantik, kekar, cerdas, dan sebagainya, menjadi layu dan lenyap.
Tidak ada sedikitpun harta benda yang terbawa ke kuburan. Hanya batu nisan dan
upacara penguburan yang membedakan antara si kaya dan si miskin. Si mati sama
saja, baik orang terhormat ataupun gembel. Maut adalah kesamarataan yang adil
ke semua manusia. Segala macam keangkuhan, tirani, atau kekuasaan menjadi ciut
dihadapan maut.
Maut mengkritik
orang-orang yang tidak pernah merasa puas, atau haus untuk menumpuk-numpuk
atribut kejayaan serta kesuksesan. Mungkin orang yang sudah alim dan imanannya
kuat akan berkata, kami siap menjawab kritikan maut. Tetapi, tidak sedikit
orang yang kita pandang alim dan imannya kuat serta saleh, harus menanggung
kematian dengan cara yang keji. Kecelakaan yang mengerikan, serangan kanker
ganas dan menjelang kematian dengan koma, sering mengakhiri perjalanan orang
yang alim dan saleh. Kritik maut ini mungkin akan menakutkan orang yang alim
dan saleh, sebab keadaan yang tinggi akan menyatakan: Saya ini tidak memiliki
sedikitpun daya dan kekuatan untuk menentang maut. Inilah kritik maut terhadap
hidup. Tidak ada pemutlakan nilai-nilai, kekuasaan, serta jasa-jasa selama
orang hidup bagi sesuatu yang dikatakan maut.
Maut Sebagai Pelepasan
Pahit getirnya menghadapi kehidupan di zaman modern, semakin sukarnya
menghadapi tuntutan zaman seperti sekolah, mencari nafkah, mencari kerja,
tuntutan lingkungan dan sebagainya keadaan lingkungan yang kejam, penindasan,
pemerasan, bahkan memadu cintapun mungkin semakin terasa mengandung racun,
semuanya itu dihayati sehingga sampai pada pemikiran bahwa maut melepaskan dari
penderitan hidup. Dalam kasus di kota-kota besar, sering terjadi pelajar yang
bunuh diri demi membebaskan diri dari penderitaan, dari kerasnya persaingan
hidup, atau merasa terasing, tidk merasakan cinta dan kasih sayang orang
tuanya.
Maut Sebagai Awal Hidup Baru
Dalam suatu keyakinan agama, mati itu adalah awal dari hidup. Bahkan dalam
bahasa agama, orang yang mati dalam jalan agamanya tidak dikatakan mati, tetapi
mereka itu hidup (Q : 2 : 154). Jadi, mati dalam hal ini merupakan peralihan ke
hidup baru. Tetapi, pernyataan ini hanya sebagai harapan manusia, sebab manusia
yang sudah mati tidak dapat hidup kembali. Dalam suatu kepercayaan dikatakan
bahwa kematian merupakan buah pekerjaan dan sukses hidup yang sejati sehingga
orang yang sudah dapat ditentukan daya tahan hidupnya menurut ilmu kedokteran,
dapat dengan tenang menghadapi maut. Dengan kesadaran semacam ini, kematian
dianggap menyambut persatuan dengan orang yang dicintai. Kesadaran semacamm ini
merupakan “penghargaan”. Bila manusia mau tabah menghadapi kematian, maka perlu
kepastian tentang hidup. Hal ini penting sebab kematian tetap akan datang
menjemput manusia. Maka akan lebih bijaksana apabila manusia menyambutnya
dengan penuh kesadaran. Atau sama sekali jangan memikirkan kematian, sebab
kematian itu bukan urusan manusia.
Tuhan Sebagai Penguasa Hidup dan Mati
Seseorang yang menganut agama atau suatu kepercayaan mengakui bahwa Tuhan
adalah penguasa hidup dan mati. Keyakinan ini tidak berlaku bagi seseorang yang
bernama Nabi Isa AS. Nabi Isa, dengan membawa suatu tanda (mukjizat), mampu
meniupkan roh sehingga burung menjadi hidup, dan menghidupkan orang yang mati
dengan seizin Allah (Q : 3 : 49). Nabi Isa dapat melakukan demikian, tetapi
itupun seizin Tuhan. Dengan demikian tetaplah hidup dan mati itu milik Tuhan.
Nabi Isa pun kematiannya masih misterius. “Nabi Isa tidak mati tetapi diangkat
Allah ke sisinya” (Q : 4 : 157). Kematian semua manusia, atau Isa dengan
mukjizatnya dapat menghidupkan orang yang mati dan ia sendiri tidak mati,
adalah atas khendak Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar