PEMBAHASAN
A.
Pengertian Masa Pemerintahan Orde Baru
Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan
rakyat, bangsa dan
negara yang
diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen. Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai
sikap dan tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional
dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945.
B.
Latar Belakang Lahirnya Masa Pemerintahan Orde Baru
1. Terjadinya peristiwa Gerakan 30
September 1965.
2. Keadaan politik dan keamanan negara
menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya
konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung lama.
3. Keadaan perekonomian semakin
memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah melakukan
devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan
masyarakat.
4. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat
yang mengutuk peristiwa pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh PKI.
Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi Masanya
dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
5. Kesatuan aksi
(KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat bergabung membentuk Kesatuan
Aksi berupa “Front Pancasila” yang selanjutnya lebih dikenal dengan “Angkatan
66” untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.
6. Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada
10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR mengajukan tuntutan”TRITURA”(Tri
Tuntutan Rakyat) yang berisi :
-
Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya
-
Pembersihan Kabinet Dwikora
-
Penurunan Harga-harga barang.
7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada
21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan
rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang
terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
8. Wibawa dan kekuasaan presiden
Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat
dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun
telah dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub).
9. Sidang Paripurna kabinet dalam
rangka mencari solusi dari masalah yang sedang bergejolak tak juga berhasil. Maka
Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang
ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk
mengatasi keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.
C.
Kehidupan Politik Pada Masa Orde Baru
A. Penataan
politik dalam negeri
1.
Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet
awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA dengan
tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Ampera yaitu untuk menciptakan
stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan
pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet
AMPERA adalah sebagai berikut:
1) Memperbaiki kehidupan rakyat
terutama di bidang sandang dan pangan
2) Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas
waktu yakni 5 Juli 1968.
3) Melaksanakan politik luar negeri
yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.
4) Melanjutkan perjuangan anti
imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru dengan nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut dengan Pancakrida, yang meliputi :
Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru dengan nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut dengan Pancakrida, yang meliputi :
*Penciptaan
stabilitas politik dan ekonomi
*Penyusunan
dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun
Tahap
pertama
*Pelaksanaan
Pemilihan Umum
*Pengikisan
habis sisa-sisa Gerakan 3o September
*Pembersihan
aparatur negara di pusat pemerintahan dan daerah dari pengaruh PKI.
2. Pembubaran
PKI dan Organisasi masanya
Suharto
sebagai pengemban Supersemar guna menjamin keamanan, ketenangan, serta
kestabilan jalannya pemerintahan maka melakukan :
*Pembubaran
PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan dikukuhkannya Ketetapan
MPRS No. IX Tahun 1966..
*Dikeluarkan
pula keputusan yang menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang di
Indonesia.
*Pada
tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15 orang menteri yang dianggap
terlibat Gerakan 30 September 1965. Hal ini disebabkan muncul keraguan bahwa
mereka tidak hendak membantu presiden untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
3.
Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah
pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan berarti
menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah
partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi
tetapi atas persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan
sosial-politik, yaitu :
a.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan
Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai
politik Islam)
b.Partai
Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai
Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat nasionalis).
c.Golongan
Karya (Golkar)
4. Pemilihan Umum
Selama
masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali
yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982,
1987, 1992, dan 1997.
Penyelenggaraan
Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi di
Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan
dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).Kenyataannya pemilu
diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan Karya (Golkar) yang
selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu
mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan
suara di MPR dan DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan Suharto menjadi
Presiden Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. Selain itu, setiap
Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah
selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.
5.
Peran Ganda ABRI
Guna
menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran ganda bagi
ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI dikenal dengan
Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran bahwa TNI adalah
tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan
adalah sama di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan
pengangkatan. Pertimbangan pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator
dan dinamisator.
6.
Pemasyarakatan P4
Pada
tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman
untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia
Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam
sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila”
atau biasa dikenal sebagai P4.
Guna
mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4 secara
menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.
7.
Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan disaksikan
oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.
B.
Penataan politik luar negeri
Di
samping membina stabilitas politik dalam negeri, Pemerintah Orde Baru juga
mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini
upaya-upaya pembaharuan dalam politik luar negeri:
1.
Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Indonesia
kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya desakan dari komisi bidang
pertahanan keamanan dan luar negeri DPR GR terhadap pemerintah Indonesia. Pada
tanggal 3 Juni 1966 akhirnya disepakati bahwa Indonesia harus kembali menjadi
anggota PBB dan badan-badan internasional lainnya dalam rangka menjawab kepentingan
nasional yang semakin mendesak. Keputusan untuk kembali ini dikarenakan
Indonesia sadar bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama
menjadi anggota PBB pada tahun 1950-1964. Indonesia secara resmi akhirnya
kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28 Desember 1966.
Kembalinya
Indonesia mendapat sambutan baik dari sejumlah negara Asia bahkan dari pihak
PBB sendiri hal ini ditunjukkan dengan ditunjuknya Adam Malik sebagai Ketua
Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974. Kembalinya Indonesia menjadi
anggota PBB dilanjutkan dengan tindakan pemulihan hubungan dengan sejumlah
negara seperti India, Filipina, Thailand, Australia, dan sejumlah negara
lainnya yang sempat remggang akibat politik konfrontasi Orde Lama.
2.
Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap
politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC disebabkan
pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC
dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
3.
Normalisasi hubungan dengan beberapa negara
a.
Pemulihan hubungan dengan Singapura
Sebelum
pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah memulihkan hubungan dengan
Singapura dengan perantaraan Habibur Rachman (Dubes Pakistan untuk Myanmar). Pemerintah
Indonesia menyampikan nota pengakuan terhadap Republik Singapura pada tanggal 2
Juni 1966 yang disampikan pada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Akhirnya
pemerintah Singapurapun menyampikan nota jawaban kesediaan untuk mengadakan
hubungan diplomatik.
b.Pemulihan hubungan dengan Malaysia
Normalisasi
hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakan perundingan di Bangkok
pada 29 Mei-1 Juni 1966 yang menghasilkan perjanjian Bangkok, yang berisi:
*Rakyat
Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil
mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
*Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
*Peresmian persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia oleh Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di Jakarta tanggal 11 agustus 1966 dan ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta Accord). Hal ini dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan di masing-masing Negara.
*Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
*Peresmian persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia oleh Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di Jakarta tanggal 11 agustus 1966 dan ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta Accord). Hal ini dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan di masing-masing Negara.
Peran
aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara pelopor
berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik bersama menteri luar
negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangi
kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967.
Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.
D.
Kehidupan Ekonomi Pada Masa Pemerintahan Orde Baru
Pada
masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh
kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi
swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada
usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat
inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun
1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu
menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan
pemerintah. Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai berikut:
1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
2. Kerja Sama Luar Negeri
3. Pembangunan Nasional
Pelaksanaannya
pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu:
1) Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
1) Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
2) Jangka
pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan
jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan
selalu saling berkaitan/berkesinambungan.
Selama
masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1.
Pelita I
Dilaksanakan
pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan
Orde Baru.Tujuannya adalah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya dengan sasaran
dalm bidang Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan
lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
2.
Pelita II
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah
tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan
rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil
pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan
Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun
menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi
9,5%.
3. Pelita III
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan
pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan
yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
*Pemerataan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan
perumahan.
*Pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
*Pemerataan pembagian pendapatan
*Pemerataan pembagian pendapatan
*Pemerataan
kesempatan kerja
*Pemerataan
kesempatan berusaha
*Pemerataan
kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan
kaum perempuan
*Pemerataan
penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
*Pemerataan
kesempatan memperoleh keadilan.
4. Pelita IV
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor
pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat
menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang
berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan
kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat
dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor
pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan
pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri
memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik
dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada
pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian
serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai
pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan.
Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam
negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
E.
Kronologis Runtuhnya Sistem Pemerintahan Orde Baru
1. Krisis
Moneter
Pada
waktu krisis melanda Thailand, keadaan Indonesia masih baik. Inflasi rendah,
ekspor masih surplus sebesar US$ 900 juta dan cadangan devisa masih besar,
lebih dari US$ 20 B. Tapi banyak perusahaan besar menggunakan hutang dalam US
Dollar. Ini merupakan cara yang menguntungkan ketika Rupiah masih kuat. Hutang
dan bunga tidak jadi masalah karena diimbangi kekuatan penghasilan Rupiah.
Tapi
begitu Thailand melepaskan kaitan Baht pada US Dollar di bulan Juli 1997,
Rupiah kena serangan bertubi-tubi, dijual untuk membeli US Dollar yang menjadi
murah. Waktu Indonesia melepaskan Rupiah dari US Dollar, serangan meningkat
makin menjatuhkan nilai Rupiah. IMF maju dengan paket bantuan US$ 20B, tapi
Rupiah jatuh terus dengan kekuatiran akan hutang perusahaan, pelepasan Rupiah
besar-besaran. Bursa Efek Jakarta juga jatuh. Dalam setengah tahun, Rupiah
jatuh dari 2,000 dampai 18,000 per US Dollar.
2. Tragedi
“TRISAKTI”
Tragedi
12 mei 1998 yang menewaskan 4 orang mahasiswa Universitas Trisakti. Tragedi
yang sampai saat ini masih dikenang oleh para mahasiswa di seluruh Indonesia
belum jelas penyelesaiannya hingga sekarang. Tahun demi tahun kasus ini selalu
timbul tenggelam. Setiap 12 Mei mahasiswa pun berdemo menuntut diselesaikannya
kasus penembakan mahasiswa Trisakti. Namun semua itu seperti hanya suatu kisah
yang tidak ada masalah apapun. Seperti suatu hal yang biasa saja. Pemerintah
pun tidak ada suatu pernyataan yang tegas dan jelas terhadap kasus ini. Paling
tidak perhatian terhadap kasus ini pun tidak ada. Mereka yang telah pergi
adalah :
Mereka
merupakan Pahlawan Reformasi selain mahasiswa lainnya yg ikut berjuang pada
saat itu.
3.
Penjarahan
Pada
tanggal 14 Mei 1998, Jakarta seperti membara. Semua orang tumpah di jalanan.
Mereka merusak dan menjarah toko dan gedung milik swasta maupun pemerintah.
Masa pada saat itu sudah kehilangan kendali dan brutal akibat kondisi yang
terjadi di tanah air pada saat itu.
Tak hanya itu, massa juga memburu warga keturunan Cina. Tarakhir, banyak warga keturunan Cina mengungsi ke luar negeri. Sebagian lainnya bertahan dalam ketakutan dan munculah isyu-isyu gak tidak jelas bahwa pada hari itu terjadi perkosaan masal warga keturunan tiong Hoa.
Tak hanya itu, massa juga memburu warga keturunan Cina. Tarakhir, banyak warga keturunan Cina mengungsi ke luar negeri. Sebagian lainnya bertahan dalam ketakutan dan munculah isyu-isyu gak tidak jelas bahwa pada hari itu terjadi perkosaan masal warga keturunan tiong Hoa.
4.
Mahasiswa Menduduki Gedung MPR
18
Mei Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar,
Harmoko
di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan,
demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil
Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan
bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid,
Abdul Gafur,
dan Fatimah Achmad.
Pukul
21.30 WIB, empat orang menko (Menteri Koordinator) diterima Presiden Soeharto
di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga berniat menggunakan kesempatan
itu untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan
di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih lagi dalam kabinet
reformasi tidak terlalu “malu”. Namun, niat itu tampaknya sudah diketahui oleh
Presiden Soeharto. Ia langsung mengatakan, “Urusan kabinet adalah urusan saya.”
Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan tidak jadi disampaikan. Pembicaraan
beralih pada soal-soal yang berkembang di masyarakat.
Pukul
23.00 WIB Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto mengemukakan, ABRI
menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden Soeharto mengundurkan diri itu
merupakan sikap dan pendapat individual, meskipun pernyataan itu disampaikan
secara kolektif. Wiranto mengusulkan pembentukan “Dewan Reformasi”.
Gelombang
pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota
memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR.
5.
Soeharto Meletakkan Jabatannya.
21
Mei Pukul 01.30 WIB, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah
Amien Rais
dan cendekiawan Nurcholish Madjid (almarhum) pagi dini hari menyatakan,
“Selamat tinggal pemerintahan lama dan selamat datang pemerintahan baru”.
Pukul
9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB.
Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat
dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav)
Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto
(kemudian menjadi Kepala Polri). Mercedes hitam yang ditumpanginya tak lagi
bernomor polisi B-1, tetapi B 2044 AR.
Jenderal
Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan
mantan-mantan presiden, “ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan
para mantan presiden/mandataris MPR, termasuk mantan Presiden Soeharto beserta
keluarga.”
Terjadi
perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah satu yang pertama mengatakan
bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan konstitusional.
F.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
1.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Orde Baru
- Perkembangan GDP per kapita
Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih
dari AS$1.565
- Sukses transmigrasi
- Sukses KB
- Sukses memerangi buta huruf
- Sukses swasembada pangan
- Pengangguran minimum
- Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan
Lima Tahun)
- Sukses Gerakan Wajib Belajar
- Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua
Asuh
- Sukses keamanan dalam negeri
- Investor asing mau menanamkan modal
di Indonesia
- Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme
dan cinta produk dalam negeri
-
2.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
o
Semaraknya
korupsi, kolusi, nepotisme
o
Pembangunan
Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat
dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot
ke pusat
o
Munculnya
rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama
di Aceh dan Papua
o
Kecemburuan
antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan
pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
o
Bertambahnya
kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si
miskin)
o
Pelanggaran
HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
o
Kritik
dibungkam dan oposisi diharamkan
o
Kebebasan
pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
o
Penggunaan
kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program
"Penembakan Misterius"
o
Tidak
ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
o
Menurunnya
kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal
ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara
pasti hancur.Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk
berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
o
Pelaku
ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara dipegang oleh
swasta
G.
Pengertian dan Agenda Sistem Pemerintahan Reformasi
Reformasi
merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan perikehidupan
barudan secara hukum menuju kearah perbaikan. Reformasi merupakan formulasi
menuju Indonesia baru dengan tatanan baru. Tatanan gerakan reformasi pada
mulanya disuarakan dari kalangan kampus yaitu mahasiswa, dosen maupun rektor.
Situasi politik dan ekonomi Indonesia yang demikian terpuruk mendorong kalangan
kampus tidak hanya bersuara melalui mimbar bibas di kampus, namun akhirnya
mendorong mahasiswa turun ke jalan. Gerakan reformasi yang dipelopori oleh para
mahasiswa tersebut mengusung enam agenda reformasi yaitu:
a. Adili
Soeharto dan krono-kroninya
b. Amandemen
UUD 1945
c. Penghapusan
Dwifungsi ABRI
d. Otonomi
daerah yang seluas-luasnya
e. Supremasi
hukum
f. Pemerintahan
yang bersih dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
H.
Latar Belakang Lahirnya Masa Pemerintahan Reformasi
Krisis
finalsial Asia yang terjadi sejak tahun 1997 menyebabkan ekonomi Indonesia
melemah. Keadaan memburuk. Adanya sistem monopoli di bidang perdagangan, jasa,
dan usaha. Pada masa orde baru, orang-orang dekat dengan pemerintah akan mudah
mendapatkan fasilitas dan kesempatan bahkan mampu berbuat apa saja demi
keberhasilan usahanya.Terjadi krisis moneter. Krisis tersebut membawa dampak
yang luas bagi kehidupan manusia dan bidang usaha. Banyak perusahaan yang
ditutup sehimgga terjadi PHK dimana-mana dan menyebabkan amgka pengangguran
meningkat tajam serta muncul kemiskinan dimana-mana dan krisis perbankan. KKN
semakin merajarela, ketidak adilan dalam bidang hukum, pemerintahan orde baru
yang otoriter (tidak demokrasi) dan tertutup, besarnya peranan militer dalam
orde baru, adanya 5 paket UU serta memunculkan demonstrasi yang
digerakkan oleh mahsiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan
ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada
tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu
meninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat
keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto,
Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian
diberi gelar sebagai “ Pahlawan reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut,
presiden soeharto berjanji akan mereshuffle cabinet pembangunan VII menjadi
Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang
bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD,
UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, komite reformasi
belum bisa terbentuk karenan empat belas menteri menolak untuk diikutsertakan dalam
Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan presiden Soeharto
mundur dari jabatannya. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 presiden Soeharto
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan
jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai
dimulainya orde reformasi.
I. Faktor-faktor yang Mendorong
Munculnya Reformasi
A.
Adanya ketidakadilan di bidang perekonomian dan hukum selama pemerintahan orde
baru selama 32 tahun
B.
Krisis Politik
Pembaharuan
yang dituntut terutama ditukukan pada terbitnya lima paket undang-undang
politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan yaitu:
· UU No. 1 tahun 1985 tentang
pemilihan umum
· UU No. 2 tahun 1985 tentang susunan,
kedudukan, tugas dan wewenang DPR/MPR
· UU No. 3 tahun 1985 tentang Parpoil
dan golongan karya
· UU No. 5 tahun 1985 tentang
referendum
· UU No. 8 tahun 1985 tentang
organisasi massa
C.
Krisis Hukum Pelaksanaan hukum pada masa orde baru terdapat banyak
ketidakadilan terutama yang menyangkut hukum bagi keluarga pejabat. Bahkan hkum
dijadikan sebagai pembenaran atas tindakan dan kebijakan pemerintah atau sering
terjadi rkayasa dalam proses peradilan.
D.
Krisis Ekonomi Faktor penyebab krisis ekonomi yang melanda Indonesia antara
lain :
· Utang Luar Negeri Indonesia
· Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945
· Pola pemerintahan sentralistis
E.
Krisis Kepercayaan Krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia telah
mengurangi kepercayaan rakyat kepada kepemimpinan Soeharto. Puncak dari
ketidakpercayaan rakyat adalah terjadinya berbagai aksi demonstrasi menentang
pemerintah karena mengeluarkan kebijakan yang melukai hati rakyat misal
kenaikan BBM dan ongkos angkutan pada 4 Mei 1998. puncak aksi rakyat dan
mahasiswa terjadi pada 12 Mei 1998 dimana terjadi peristiwa penembakan terhadap
Mahasiswa Trisakti oleh aparat yaitu :
· Elang Mulia Lesmana
· Heri Hertanto
· Hendriawan Lesmana
· Hafidhin Royan
Yang
akhirnya mendorong timbulnya aksi massa lebih besar pada 13 dan 14 Mei 1998
sehingga terjadi aksi anarkis terutama ditujukan pada etnis Cina. Tuntutan
mundur kepada Soeharto semakin menguat setelah munculnya tokoh-tokoh masyarakat
yang ikut menuntut Soeharto mundur diantaranya :
1. Gus Dur
2. Amien Rais
3. Megawati
4. Sri Sultan Hemengkubuwono X
(
Yang dikenal dengan Tokoh Deklarasi Ciganjur) pada tanggal 21 Mei 1998 kemudian
menyerahkan kekuasaan pada BJ. Habibie.
J.
Beberapa Kebijakan yang Dikeluarkan B.J Habibie untuk Mewujudkan Tujuan dari
Reformasi
1.
kebijakan dalam bidang politik
Reformasi
dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa orde baru
dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga
undang-undang tersebut.
· UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai
politik
· UU No. 3 Tahin 1999 tentang
pemilihan umum
· UU No. 4 Tahun 1999 tentang susunan
dan kedudukan DPR/MPR
2.
Kebijakan Dalam Bidang Ekonomi
Untuk
memperbaiki prekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional ( BPPN ). Selanjutnya
pemerintah mengeluarkan UU No 5 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen:
3. Kebebasan
Dalam Menyampaikan Pendapat dan Pers
Kebebasan
menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini
terlihat dari mumculnya partai-partai politik dari berbagaia golongan dan
ideology. Masyarakat dapat menyampaikan kritik secara terbuka kepada
pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyampaikan pendapat, kebebasan juga
diberikan kepada Pers. Reformasi dalam Pers dilakukan dengan cara
menyederhanakan permohonan Surat Ijin Usaha Penerbitan ( SIUP ).
4.
Pelaksanaan Pemilu
Pada
masa pemerintahan B.J. Habibie berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang
damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48
partai politik. Dalam pemerintahan B. J. Habibie juga berhasil menyelesaikan
masalah Timor Timur . B.J.Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak
pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30
Agustus 1999 dibawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut
menunjukan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat
itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur
mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste.
Selain
dengan adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh B.J. Habibie, perubahan
juga dilakukan dengan penyempurnaan pelaksanaan dan perbaikan
peraturan-peraturan yan tidakk demokratis, dengan meningkatkan peran
lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang
dan tanggung jawab yang mengacu kepada prinsip pemisahan kekuasaan dn tata
hubungan yang jelas antara lembaga Eksekutuf, Legislatif dan Yudikatif.
Masa
reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain :
1. Keluarnya ketetapan MPR RI No X /
MPR/1998 Tentang Pokok-Pokok Reformasi.
2. Ketetapan No VII/MPR/ 1998 tentang
pencabutan Tap MPR tentang referendum
3. Tap MPR RI No XI/MPR/1998 tentang
penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN.
4. Tap MPR RI No XIII/MPR/1998 tentang
pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden RI.
5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai
Amandemen I,II,III,IV.
K.
Sistematika Pelaksanaan UU 1945 Pada Masa Reformasi
Pada
masa orde Reformasi demokrasi yang dikembangkan pada dasarnya adalah demokrasi
dengan berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi
Pancasila pada masa Orde Reformasi dilandasi semangat Reformasi, dimana paham
demokrasi berdasar atas kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa
serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu
memelihara persatuan Indonesia dan untuk mewujudkan suatu keadilan sosila bagi
seluruh rakyat Indonesia. Pelaksanaan demokasi Pancasila pada masa Reformasi
telah banya member ruang gerak kepada parpol dan komponen bangsa lainnya
termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat mengawasi dan
mengontrol pemerintah secara kritis sehingga dua kepala negara tidak dapat
melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatannya selama 5 tahun karena dianggap
menyimpang dari garis Reformasi.
Ciri-ciri
umum demokrasi Pancasila Pada Masa Orde Reformasi:
1. Mengutamakan musyawarah mufakat
2. Mengutamakan kepentingan masyarakat
, bangsa dan negara
3. Tidak memaksakan kehendak pada orang
lain
4. Selalu diliputi oleh semangat
kekeluargaan
5. Adanya rasa tanggung jawab dalam
melaksanakan keputusan hasil musyawarah
6. Dilakukan dengan akal sehat dan
sesuai dengan hati yang luhur
7. Keputusan dapat dipertanggung
jawabkan secara moral kepada Than Yang Maha Esa, berdasarkan nilai-nilai kebenaran
dan keadilan
8. Penegakan kedaulatan rakyar dengan
memperdayakan pengawasan sebagai lembaga negara, lembaga politik dan lembaga
swadaya masyarakat
9. Pembagian secara tegas wewenang
kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
10. Penghormatan kepada beragam asas,
cirri, aspirasi dan program parpol yang memiliki partai
11. Adanya kebebasan mendirikan partai
sebagai aplikasi dari pelaksanaan hak asasi manusia
Setelah
diadakannya amandemen, UUD 1945 mengalami perubahan. Hasil perubahan terhadap
UUD 1945 setelah di amandemen :
1) Pembukaan
2) Pasal-pasal: 21 bab, 73 pasal, 170
ayat, 3 pasal peraturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.
L.
Sistem Pemerintahan Pada Masa Orde Reformasi
Sistem
pemerintahan masa orde reformasi dapat dilihat dari aktivitas kenegaraan
sebagai berikut:
1.
Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak
untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan atau tulisan sesuai pasal 28
UUd 1945 dapat terwujud dengan dikeluarkannya UU No 2 / 1999 tentang partai
politik yang memungkinkan multi partai
2.
Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersuh dan berwibawa serta bertanggung
jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX / MPR / 1998 yang
ditindak lanjuti dengan UU no 30/2002 tentang KOMISI pemberantasan tindak
pidana korupsi.
3.
Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melaui siding
tahunan dengan menuntuk adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga negara
, UUD 1945 di amandemen, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani
memecat presiden dalam sidang istimewanya.
4.
Dengan Amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling banyak dua kali masa
jabatan, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat mulai
dari pemilu 2000 dan yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pertama
pilihan langsung rakyat adalah Soesilo Bambang Yodoyono dan Yoesuf Kala, MPR
tidak lagi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga negara yang kedudukannya
sama dengan presiden , MA , BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi ditangan MPR
melainkan menurut UUD.
Di
dalam amandemen UUD 1945 ada penegasan tentang sisten pemerintahan presidensial
tetap dipertahankan dan bahkan diperkuat. Dengan mekanisme pemilihan presiden
dan wakil presiden secara langsung.
M.
MASA PEMERINTAHAN B.J.HABIBIE
A. Proses Pengalihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke
B.J.
Habibie
Berawal dari dampak krisis ekonomi di
tahun 1997 yang melanda Kawasan Asia dan berdampak sangat luas bagi
perekonomian di Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam pada bulan
Juli 1997.Sebagai dampaknya hampir semua perusahaan modern di Indonesia
bangkrut, yang diikuti PHK pekerja-pekerjanya, sehingga angka pengangguran
menjadi meningkat. Krisis sektor moneter, terutama melalui penutupan beberapa
bank yang mengalami kredit bermasalah dan krisis likuiditas, sehingga perbankan
nasional menjadi berantakan. Hal inilah yang memunculkan krisis kepercayaan dari
investor, serta pelarian modal ke luar negeri. Selain itu, kenaikan angka
kemiskinan yang melonjak pesat,mahalnya biaya medis.Didorong oleh kondisi yang
makin parah, pada bulan Oktober 1997 pemerintah meminta bantuan IMF
(International Monetary Fund) untuk memperkuat sektor finansial, pengetatan
kebijakan viskal dan penyesuaian struktural perbankan. Tetapi IMF-lah yang
membuat pekonomian Indonesia lebih parah selama krisis. Kebijakan-kebijakan
yang dibuat untuk mengatasi krisis yang dilakukan oleh pemerintah ternyata
tidak mampu memulihkan perekonomian sehingga muncul krisis kepercayaan.
Banyaknya permasalahan besar
memunculkan banyak tuntutan agar Presiden Soeharto turun dari jabatan.
Puncaknya tuntutan terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 di Kampus Trisakti yang
dikenal dengan Insiden Trisakti. Situasi ini
membuat Soeharto memutuskan untuk berhenti karena desakan masyarakat yang
menuntut beliau mundur sangatlah besar dan secara politik dukungan sudah tidak
ada. Pada tanggal 21 Mei 1998 di Istana Merdeka Jakarta, Presiden
Soeharto menyatakan dirinya berhenti dari jabatan Presiden RI, lewat pidatonya
dihadapan wartawan dalam dan luar negeri. Setelah itu,Wapres B.J.
Habi bie langsung diangkat sumpahnya menjadi Presiden RI ketiga dihadapan
Pimpinan Mahkamah Agung, yang disaksikan oleh Ketua DPR dan Wakil-Wakil Ketua
DPR.
Naiknya B.J. Habibie menggantikan
Soeharto sebagai Presiden RI ketiga mengundang perdebatan hukum dan
kontroversial, karena Mantan Presiden Soeharto menyerahkan secara sepihak
kekuasaan kepada Habibie. Dikalangan mahasiswa sikap atas pelantikan Habibie
sebagai presiden terbagi atas tiga kelompok, yaitu:
pertama, menolak
Habibie karena merupakan produk Orde Baru;
kedua, bersikap
netral karena pada saat itu tidak ada pemimpin negara yang diterima semua
kalangan sementara jabatan presiden tidak boleh kosong;
ketiga, mahasiswa
berpendapat bahwa pengalihan kekuasaan ke Habibie adalah sah dan
konstitusional.
B.
Kebijakan-Kebijakan Pada Masa Pemerintahan B.J. Habibie
di Era
Reformasi
Tanggal 22 Mei 1998 Habibie
meningkatkan legitimasinya yaitu dengan mengumumkan susunan kabinet baru
yaitu Kabinet Reformasi Pembangunan
(berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 122 / M Tahun 1998) di Istana
Merdeka. Dengan Keputusan Presiden tersebut, Presiden Habibie
memberhentikan dengan hormat para Menteri Negara pada Kabinet Pembangunan VII.
Kabinet Reformasi Pembangunan ini terdiri dari 36 Menteri yaitu 4 Menteri
Negara dengan tugas sebagai Menteri Koordinator, 20 Menteri Negara yang memimpin
Departemen, 12 Menteri Negara yang bertugas menangani bidang tertentu. Sebanyak
20 Menteri diantaranya adalah muka lama dari Kabinet Pembangunan VII, dan hanya
16 Menteri baru. Kabinet ini mencerminkan suatu sinergi dari semua unsur-unsur
kekuatan bangsa yang terdiri dari berbagai unsur kekuatan sosial politik dalam
masyarakat. Jabatan Gubernur Bank Indonesia tidak lagi dimasukkan di dalam
susunan Kabinet,karena Bank Indonesia harus mempunyai kedudukan yang khusus
dalam perekonomian, bebas dari pengaruh pemerintah dan pihak manapun
berdasarkan Undang-Undang.Pada tanggal 23 Mei 1998 pagi, Presiden Habibie
melantik menteri-menteri Kabinet Reformasi Pembangunan. Presiden Habibie
mengatakan bahwa Kabinet Reformasi Pembangunan disusun untuk melaksanakan tugas
pokok reformasi total terhadap kehidupan ekonomi, politik dan hukum
Kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan Presiden B.J.
Habibie
1. Pada bidang
politik
Pembebasan
Tahanan Politik
Tindakan pembebasan tahanan politik
meningkatkan legitimasi Habibie baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini
terlihat dengan diberikannya amnesti dan abolisi yang merupakan
langkah penting menuju keterbukaan dan rekonsiliasi. Diantara yang dibebaskan
tahanan politik kaum separatis dan tokoh-tokoh tua mantan PKI, yang telah ditahan lebih dari 30 tahun. Amnesti
diberikan kepada Mohammad Sanusi dan orang-orang lain yang ditahan setelah
Insiden Tanjung Priok. Selain tokoh itu tokoh aktivis petisi 50 (kelompok yang
sebagian besar terdiri dari mantan jendral yang menuduh Soeharto melanggar
perinsip Pancasila dan Dwi Fungsi ABRI). Dr Sri Bintang Pamungkas, ketua Partai
PUDI dan Dr Mochatar Pakpahan ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dan K. H
Abdurrahman Wahid merupakan segelintir dari tokoh-tokoh yang dibebaskan Habibie.
Selain itu Habibie mencabut Undang-Undang Subversi dan menyatakan mendukung
budaya oposisi serta melakukan pendekatan kepada mereka yang selama ini
menentang Orde Baru.
b. Kebebasan Pers
Pemerintah
memberikan kebebasan bagi pers di dalam pemberitaannya, sehingga semasa
pemerintahan Habibie ini, banyak sekali bermunculan media massa. Kebebasan pers
ini dilengkapi pula oleh kebebasan berasosiasi organisasi pers sehingga
organisasi alternatif seperti AJI (Asosiasi Jurnalis Independen) dapat
melakukan kegiatannya. Cara Habibie memberikan kebebasan pada Pers adalah dengan
mencabut SIUPP.
c. Pembentukan Parpol dan Percepatan pemilu dari tahun 2003
ke tahun 1999
Perubahan
dibidang politik diantaranya mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai
Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, UU No. 4 Tahun 1999 tentang MPR
dan DPR.
Setelah
reformasi Pemilihan Umum dilaksanakan bahkan menjelang Pemilu 1999, Partai
Politik yang terdaftar mencapai 141 dan setelah diverifikasi oleh Tim 11 Komisi
Pemilihan Umum menjadi sebanyak 98 partai, namun yang memenuhi syarat mengikuti
Pemilu hanya 48 Parpol. Pada tanggal 7 Juni 1999, diselenggarakan Pemilihan
Umum Multipartai, yang hasilnya disahkan pada tanggal 3 Agustus 1999, 10 Partai
Politik terbesar pemenang Pemilu di DPR, adalah:
a. Partai
Demokrasi Indonesia-Perjuangan(PDI-P) pimpinan Megawati meraih 153 kursi
b. Partai Golkar
pimpinan Akbar Tanjung meraih 120 kursi
c. Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) pimpinan Hamzah Haz meraih 58 Kursi
d. Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan H. Matori Abdul Djalil meraih 51 kursi
e. Partai Amanat
Nasional (PAN) pimpinan Amein Rais meraih 34 Kursi
f. Partai Bulan
Bintang (PBB) pimpinan Yusril Ihza Mahendra meraih 13 kursi
g. Partai Keadilan
(PK) pimpinan Nurmahmudi Ismail meraih 7 kursi
h. Partai Damai
Kasih Bangsa (PDKB) pimpinan Manase Malo meraih 5 Kursi
i. Partai
Nahdlatur Ummat pimpinan Sjukron Ma’mun meraih 5 kursi
j. Partai Keadilan
dan Persatuan (PKP) pimpinan Jendral Edi
Sudradjat meraih 4 kursi.
d. Penyelesaian Masalah Timor Timur
Habibie
mengambil sikap pro aktif dengan menawarkan dua pilihan yaitu memberikan status
khusus dengan otonomi luas atau memisahkan diri dari RI. Otonomi luas berarti diberikan kewenangan atas berbagai
bidang seperti : politik ekonomi budaya dan lain-lain kecuali dalam hubungan
luar negeri, pertahanan dan keamanan serta moneter dan fiskal. Sedangkan
memisahkan diri berarti secara demokratis dan konstitusional serta secara
terhorman dan damai lepas dari NKRI, Habibie membebaskan tahanan politik
Timor-Timur, seperti Xanana Gusmao dan Ramos Horta.
Pada tanggal 21 April 1999 di Dili,
kelompok pro kemerdekaan dan pro intergrasi menandatangani kesepakatan damai
yang disaksikan oleh Panglima TNI Wiranto, Wakil Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto dan Uskup Baucau Mgr. Basilio
do Nascimento. Tanggal 5 Mei 1999 di New York Menlu Ali Alatas dan Menlu
Portugal Jaime Gama disaksikan oleh Sekjen PBB Kofi Annan menandatangani
kesepakan melaksanakan penentuan pendapat di Timor-Timur untuk mengetahui sikap
rakyat Timor-Timur dalam memilih kedua opsi di atas. Tanggal 30 Agustus 1999
pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur, hasilnya diumumkan pada tanggal
4 September 1999 yang menyebutkan bahwa sekitar 78,5 % rakyat Timor-Timur
memilih merdeka. Lepasnya Timor-Timur dari NKRI berdampak pada daerah lain yang
juga ingin melepaskan diri dari NKRI seperti tuntutan dari GAM di Aceh dan OPM
di Irian Jaya, selain itu Pemerintah RI harus menanggung gelombang pengungsi
Timor-Timur yang pro Indonesia di daerah perbatasan yaitu di Atambua.
e. Pengusutan
Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninya
Presiden Habibie dengan Instruksi
Presiden No. 30 / 1998 tanggal 2 Desember 1998 telah mengintruksikan Jaksa
Agung Baru, Andi Ghalib segera mengambil tindakan hukum memeriksa Mantan
Presiden Soeharto yang diduga telah melakukan praktik KKN. Pada tanggal 11
Oktober 1999, pejabat Jaksa Agung Ismudjoko mengeluarkan SP3, yang menyatakan
bahwa penyidikan terhadap Soeharto yang berkaitan dengan masalah dana yayasan
dihentikan. Alasannya, Kejagung tidak menemukan cukup bukti untuk melanjutkan
penyidikan, kecuali menemukan bukti-bukti baru. Sedangkan dengan kasus lainnya
tidak ada kejelasan. Pemerintah dianggap gagal dalam melaksanakan Tap MPR No.
XI / MPR / 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme, terutama mengenai pengusutan kekayaan Mantan Presiden
Soeharto, keluarga dan kroni-kroninya.
Aksi demontrasi saat Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13 Nopember 1998
mengakibatkan bentrokan antara mahasiswa dengan aparat. Parahnya pada penutupan
Sidang Istimewa MPR, Jumat (13/11/1998) malam. Penembakan membabi-buta
berlangsung sejak pukul 15.45 WIB sampai tengah malam di kawasan Semanggi, yang
jaraknya hanya satu kilometer dari tempat wakil rakyat bersidang dengan korban lima mahasiswa
tewas dan 253 mahasiswa luka-luka disebut ”Semanggi
Berdarah” atau ”Tragedi Semanggi”.
f. Pemberian Gelar Pahlawan Reformasi bagi Korban
Trisakti.
Pemberian gelar
Pahlawan Reformasi pada para mahasiswa korban Trisakti yang menuntut lengsernya
Soeharto pada tanggal 12 Mei 1998 merupakan hal positif yang dianugrahkan oleh
pemerintahan Habibie, dimana penghargaan ini mampu melegitimasi Habibie sebagai
bentuk penghormatan kepada perjuangan dan pengorbanan mahasiswa sebagai pelopor
gerakan Reformasi.
2. Pada Bidang
Ekonomi
Di dalam pemulihan
ekonomi, pemerintah berhasil menekan laju inflasi dan gejolak moneter dibanding
saat awal terjadinya krisis. Namun langkah dalam kebijakan ekonomi belum
sepenuhnya menggembirakan karena dianggap tidak mempunyai kebijakan yang
kongkrit dan sistematis seperti sektor riil belum pulih. Banyak kasus
penyelewengan dana negara dan bantuan luar negeri membuat Indonesia kehilangan
momentum pemulihan ekonomi. Tanggal 21 Agustus 1998 pemerintah membekukan
operasional Bank Umum Nasional, Bank Modern, dan Bank Dagang Nasional
Indonesia. Awal tahun selanjutnya pemerintah melikuidasi 38 bank swasta, 7 bank
diambil-alih pemerintah dan 9 bank mengikuti program rekapitulasi. Selain
itu,harga beras tetap meningkat, ditemukan
penyelundupan beras keluar negeri dan penimbunan beras.
3. Pada Bidang
Manajemen Internal ABRI
Pada masa transisi di bawah Presiden
B.J. Habibie, banyak perubahan-perubahan penting terjadi dalam tubuh ABRI,
terutama dalam tataran konsep dan organisatornya.
Pertimbangan mendasar yang melatarbelakangi
keputusan politik dan akademis reformasi internal TNI, antara lain:
a. Prediksi
tantangan TNI ke depan di abad XXI begitu besar, komplek dan multidimensional,
atas dasar itu TNI harus segera menyesuaikan diri.
b. TNI senantiasa
harus mau dan mampu mendengar serta merespon aspirasi rakyat.
c.
TNI mengakui secara jujur, jernih dan objektif, sebagai komponen bangsa yang lainnya, bahwa di masa
lalu ada kekurangan dan distorsi sebagai konsekuensi logis dari format politik
Orba
Kebijakan-kebijakan ABRI sebagai
langkah perubahan politik internal, yang berlaku tanggal 1 April 1999 antara
lain: pemisahan POLRI dari ABRI, perubahan Staf Sosial Politik menjadi Staf
Teritorial, likuidasi Staf Karyawan, Pengurangan Fraksi ABRI di DPR, DPRD I/II,
pemutusan hubungan organisatoris dengan partai Golkar dan mengambil jarak yang
sama dengan parpol yang ada, kometmen dan netralitas ABRI dalam Pemilu dan
perubahan Staf Sospol menjadi komsos serta pembubaran Bakorstanas dan
Bakorstanasda.
C. Keadaan Sosial Di Masa Habibie
Kerusuhan antar kelompok yang sudah
bermunculan sejak tahun 90-an semakin meluas dan brutal, konflik antar kelompok
sering terkait dengan agama seperti di Purworejo juni 1998 kaum muslim
menyerang lima gereja, di Jember adanya perusakan terhadap toko-toko milik
cina, di Cilacap muncul kerusuhan anti cina, adanya teror ninja bertopeng
melanda Jawa Timur dari malang sampai Banyuangi. Isu santet menghantui
masyarakat kemudian di daerah-daerah yang ingin melepaskan diri seperti Aceh
dan Papua semakin keras keinginan membebaskan diri. Juli 1998 OPM mengibarkan
bendera bintang kejora sehingga mendapatkan perlawanan fisik dari TNI.
D. Berakhirnya
Masa Pemerintahan B.J. Habibie
Legitimasi
pemerintahan B.J. Habibie sangat lemah, karena keberadaan Habibie dianggap
sebagai suatu paket warisan pemerintahan Soeharto, munculnya beberapa kolompok
menuntut pembentukan pemerintahan transisi, ia tidak dipilih secara luber dan
jurdil sebagai presiden dan merupakan satu paket pemilihan pola musyawarah
mufakat dengan Soeharto.
Pemerintah Habibie dituduh melakukan
tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai masalah Timor-Timur,
dianggap tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR/MPR sebelum menawarkan
opsi kedua kepada masyarakat Timor-Timur. Akhirnya tanggal 30 Agustus 1999
pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur berlangsung aman dan dimenangkan
oleh kelompok Pro Kemerdekaan yang berarti Timor-Timur lepas dari wilayah NKRI.
Selain itu,muncul tuntutan dari dunia Internasional mengenai masalah
pelanggaran HAM yang meminta pertanggungjawaban militer Indonesia sebagai
penanggungjawab keamanan pasca jajak pendapat. Terjadi kasus di Aceh melalui
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Irian Jaya lewat Organisasi Papua Merdeka (OPM),
dengan kelompok separatisnya yang menuntut kemerdekaan dari wilayah Republik
Indonesia.
Pada tanggal 1-21 Oktober 1999, MPR
mengadakan Sidang Umum yang dipimpin Ketua MPR Amien Rais, tanggal 14 Oktober
1999 Presiden Habibie menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan sidang
dan terjadi penolakan terhadap pertanggungjawaban presiden sebagai Mandataris
MPR lewat Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi
Kesatuan Kebangsaan Indonesia dan Fraksi Demokrasi Kasih Bangsa. Di luar Gedung
DPR/MPR yang sedang bersidang, mahasiswa dan rakyat yang anti Habibie bentrok
dengan aparat keamanan. Mereka menolak pertanggungjawaban Habibie, karena
Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orba.
Pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR
Amien Rais menutup Rapat Paripurna dan Presiden habibie mengundurkan diri dari
pencalonan presiden. Pengunduran Habibie dalam bursa calon presiden,
memunculkan dua calon kuat sebagai presiden, yaitu Megawati dan Abdurrahman
Wahid. Gus Dur terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia keempat dan
dilantik dengan Ketetapan MPR No. VII/MPR/1999 untuk masa bakti 1999-2004.
Tanggal 21 Oktober 1999 Megawati terpilih menjadi Wakil Presiden RI dengan
Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1999 mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid.
Terpilihnya Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Republik Indonesia periode 1999-2004 menjadi akhir pemerintahan Presiden
Habibie dengan TAP MPR No. III/MPR/1999 tentang Pertanggungjawaban Presiden RI
B.J. Habibie.
N. MASA PEMERINTAHAN ABDURRAHMAN WAHID
A.
Pemilihan Umum Tahun 1999
Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999
menjadi sangat penting, karena diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia
yang sedang dilanda multikrisis. Pemilu tahun 1999 juga merupakan ajang pesta
rakyat Indonesia dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi. Sifat pemilu ini
Luber Jurdil Presiden Habibie menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu
pelaksanaan pemiliahan umum. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang
politik dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang
politik baru yang disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh
Presiden Habibie. Ketiga udang-udang itu antara lain undang-undang partai
politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Munculnya
undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya
kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik banyak
parpol bZermunculan sebanyak 112. Namun hanya 48 partai politik yang berhasil
mengikuti pemilu. Pelaksanaan pemilu ditangani oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil pemerintah dan wakil-wakil dari
partai-partai politik peserta pemilu. Hasilnya lima besar partai yang berhasil
meraih suara-suara terbanyak diantaranya PDI-P, Golkar, Partai Persatuan
pembangunan, Partai Pembangkitan Bangsa, PAN. Pemilu berjalan dengan aman dan
dapat di terima oleh suara partai peserta pemilihan umum.
B. Sidang
Umum MPR Hasil Pemilihan Umum 1999
Sidang Umum MPR tahun 1999
diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21 Oktober 1999. Amien Rais dikukuhkan
menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR. Sedangkan pada Sidang
Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR
melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain dan
4 suara tidak sah, sehingga Habibie tidak dapat mencalonkan diri menjadi
Presiden Republik Indonesia. Akibatnya muncul tiga calon Presiden yaitu
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza Mahendra.
Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra mengundurkan diri. Dari
hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting, Abudurrahman Wahid
terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 2 Oktober 1999 dilaksanakan pemilihan Wakil
Presiden dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan Wakil
Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri. Kemudian pada
tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati
Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional.
C.
Masa Kepresidenan.
1.
Tahun 1999 Kabinet pertama Gus Dur, Kabinet Persatuan Nasional, adalah kabinet
koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP,
PAN, Partai Keadilan (PK), non-partisan dan TNI. Wahid kemudian mulai melakukan
dua reformasi pemerintahan. Reformasi pertama adalah membubarkan Departemen
Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Reformasi kedua
adalah membubarkan Departemen Sosial yang korup. Setelah satu bulan berada
dalam Kabinet Persatuan Nasional, Menteri Menteri Koordinator Pengentasan
Kemiskinan (Menko Taskin) Hamzah Haz mengumumkan pengunduran dirinya pada bulan
November. Muncul dugaan bahwa pengunduran dirinya diakibatkan karena Gus Dur
menuduh beberapa anggota kabinet melakukan korupsi selama ia masih berada di
Amerika Serikat. Dugaan lain,diakibatkan karena ketidaksenangannya atas
pendekatan Gus Dur dengan Israel. Rencana Gus Dur adalah memberikan Aceh
referendum. Namun referendum ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan
seperti referendum Timor Timur. Gus Dur ingin mengadopsi pendekatan yang lebih
lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri
Serambi Mekkah. Pada 30 Desember, Gus Dur mengunjungi Jayapura di provinsi
Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan
pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.
2. Negara_negara yang pernah
dikunjungi Gus Dur selama menjadi Presiden.
Waktu
|
Negara yang dikunjungi Gus Dur
|
November
1999
|
negara
anggota ASEAN, Jepang, Amerika Serikat, Qatar, Kuwait, dan Yordania
|
Desember 1999
|
Republik
Rakyat Cina
|
Januari
2000
|
Perjalanan
ke Swiss untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia dan mengunjungi Arab Saudi
dalam perjalanan pulang menuju Indonesia.
|
Februari
2000
|
Mengunjungi
Inggris, Perancis, Belanda, Jerman Italia,India, Korea Selatan, Thailand, dan
Brunei Darussalam
|
Maret
2000
|
Mengunjungi
Timor Leste.
|
April
2000
|
Mengunjungi
Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum
kembali melewati Kota Meksiko dan Hong Kong.
|
Juni
2000
|
Mengunjungi
Amerika, Jepang, dan Perancis dengan Iran, Pakistan, dan Mesir.
|
Ketika
Gus Dur berkelana ke Eropa pada bulan Februari, ia mulai meminta Jendral
Wiranto mengundurkan diri dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik dan
Keamanan. Gus Dur melihat Wiranto sebagai halangan terhadap rencana reformasi
militer dan juga karena tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur terhadap
Wiranto. Ketika Gus Dur kembali ke Jakarta, Wiranto berbicara dengannya dan
berhasil meyakinkan Gus Dur agar tidak menggantikannya. Namun, Gus Dur kemudian
mengubah pikirannya dan memintanya mundur. Pada April 2000, Gus Dur memecat
Menteri Negara Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri Negara
BUMN Laksamana Sukardi. Alasannya karena keduanya terlibat dalam kasus korupsi,
meskipun Gus Dur tidak pernah memberikan bukti yang kuat. Hal ini memperburuk
hubungan Gus Dur dengan Golkar dan PDI-P. Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur
mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan
kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal
tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan. Gus Dur juga
mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme
dicabut dan berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan
pada kelompok Muslim Indonesia. Gus Dur dan menteri luar negerinya Alwi Shihab
menentang penggambaran Presiden Indonesia yang tidak tepat, dan Alwi meminta
agar Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, diganti. Dalam usaha
mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik, Gus Dur
menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah, yang diangkatnya menjadi Panglima
Kostrad pada bulan Maret. Pada Juli 2000, Agus mulai membuka skandal yang
melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Melalui
Megawati, anggota TNI mulai menekan Wahid untuk mencopot jabatan Agus. Gus Dur
mengikuti tekanan tersebut, tetapi berencana menunjuk Agus sebagai Kepala Staf
Angkatan Darat. Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga
Gus Dur kembali harus menurut pada tekanan. Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin
memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku dan dipersenjatai oleh TNI.
Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu
skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik (BULOG)
melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit
pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk
mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya
terlibat dalam skandal ini. Skandal ini disebut skandal Buloggate.
Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu
merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur
gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal
Bruneigate
Pada
Sidang Umum MPR, pidato Gus Dur diterima oleh mayoritas anggota MPR. Selama
pidato, Wahid menyadari kelemahannya sebagai pemimpin dan menyatakan ia akan
mewakilkan sebagian tugas. Anggota MPR setuju dan mengusulkan agar Megawati
menerima tugas tersebut. Pada awalnya MPR berencana menerapkan usulan ini
sebagai TAP MPR, akan tetapi Keputusan Presiden dianggap sudah cukup. Pada 23
Agustus, Gus Dur mengumumkan kabinet baru meskipun Megawati ingin pengumuman
ditunda. Megawati menunjukan ketidaksenangannya dengan tidak hadir pada
pengumuman kabinet. Kabinet baru lebih kecil dan meliputi lebih banyak
non-partisan. Tidak terdapat anggota Golkar dalam kabinet baru Gus Dur. Pada
September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi di sana
semakin memburuk. Pada saat itu semakin jelas bahwa Laskar Jihad didukung oleh
anggota TNI dan juga kemungkinan didanai oleh Fuad Bawazier, menteri keuangan
terakhir Soeharto. Pada bulan yang sama, bendera bintang kejora berkibar di
Papua Barat. Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan
berada di bawah bendera Indonesia. Ia dikritik oleh Megawati dan Akbar karena
hal ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di
Jakarta dan delapan kota lainnya di seluruh Indonesia. Pada akhir tahun 2000,
terdapat banyak elit politik yang kecewa dengan Abdurrahman Wahid Orang yang.
paling menunjukan kekecewaannya adalah Amien. Amien juga berusaha mengumpulkan
oposisi dengan meyakinkan Megawati dan Gus Dur untuk merenggangkan otot politik
mereka. Megawati melindungi Gus Dur, sementara Akbar menunggu pemilihan umum
legislatif tahun 2004. Pada akhir November. 151 DPR menandatangani petisi yang
meminta pemakzulan Gus Dur.
3.
Tahun 2001 dan akhir kekuasaan Pada Januari 2001,
Gus
Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional.
Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Gus
Dur mengunjungi Afrika Utara dan Arab
Saudi untuk naik haji. Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan terakhirnya ke
Australia. Pada pertemuan dengan rektor-rektor universitas pada 27 Januari
2001,Gus Dur menyatakan kemungkinan Indonesia masuk kedalam anarkisme. Dia
mengusulkan pembubaran DPR jika hal tersebut terjadi. Pertempuan tersebut
menambah gerakan anti-Wahid.
Pada
1 Februari, DPR bertemu untuk mengeluarkan nota terhadap Gus Dur. Nota tersebut
berisi diadakannya Sidang Khusus MPR dimana pemakzulan Presiden dapat
dilakukan. Anggota PKB hanya bisa walk out dalam menanggapi hal ini. Nota ini
juga menimbulkan protes di antara NU. Di Jawa Timur, anggota NU melakukan
protes di sekitar kantor regional Golkar. Di Jakarta, oposisi Gus Dur turun
menuduhnya mendorong protes tersebut. Gus Dur membantah dan pergi untuk
berbicara dengan demonstran di Pasuruan. Namun, demonstran NU terus menunjukan
dukungan mereka kepada Gus Dur dan pada bulan April mengumumkan bahwa mereka
siap untuk mempertahankan Gus Dur sebagai presiden hingga mati.
Pada
bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada
kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra
dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur.
Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail juga dicopot dengan alasan berbeda visi
dengan Presiden, berlawanan dalam pengambilan kebijakan, dan diangap tidak
dapat mengendalikan Partai Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut dalam
aksi menuntut Gus Dur mundur. Dalam menanggapi hal ini, Megawati mulai menjaga
jarak dan tidak hadir dalam inagurasi penggantian menteri.
Pada
30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang Istimewa
MPR pada 1 Agustus. Gus Dur mulai putus asa dan meminta Menteri Koordinator
Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) Susilo Bambang Yudhoyono untuk
menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono menolak dan Gus Dur memberhentikannya
dari jabatannya beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada
tanggal 1 Juli 2001. Akhirnya pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang
Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di
Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai
bentuk penunjukan kekuatan.
Gus
Dur mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi:
(1)
pembubaran MPR/DPR,
(2)
mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu
satu tahun.
(3)
membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa
MPR.
Namun dekrit tersebut tidak memperoleh
dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan
menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri. Abdurrahman Wahid terus
bersikeras bahwa ia adalah presiden dan tetap tinggal di Istana Negara selama beberapa
hari, namun akhirnya pada tanggal 25 Juli ia pergi ke Amerika Serikat karena
masalah kesehatan.
D. Kelebihan
kekurangan pemeritahan Abdurrahman Wahid
1. Kelebihan sistem Pemerintahan Abdurrahman
Wahid
a)
Sukses melakukan kesepahaman dengan GAM.
b)
Sukses membawa Indonesia ke Forum Ekonomi Dunia.
c)
Sukses melaksanakan persamaan hak menyatakan pendapat di muka umum
d)
Etnis Tioghoa yang berpuluh-puluh tahun dikekang diberikan kebebasan sama
seperti orang pribumi.
e)
Jadwal ketat kunjungan ke luar negeri menghasilkan banyak mitra luar negeri. Di
bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba
untuk menghadiri pertemuan G-77.
f)
Sukses menggulingkan unsur-unsur sentrakistis dan hierarkis yang represif
(menindas)semasa pemerintahan Soeharto.
g)
Sukses mengurangi dukungan bagi kaum separatis GAM di Aceh.
2.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Abdurrahman Wahid
a)
Semaraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
b)
Munculnya berbegai reaksi negatif dari rakyat atas usul Presiden Abdurrahman
Wahid mengenai pembatalan Ketetapan MPRS Tahun 1966 mengenai pelarangan ajaran
Marxisme-Leninisme.
c)
Kesulitan ekonomi semakin meluas.
d)
Kerusuhan antaretnis terus berlanjut yaitu pembunuhan antara umat Islam dan
Kristen di Maluku yang menewaskan lebih dari seribu orang sepanjang tahun 1999.
e)
Di Aceh, kekerasan antarkaum separatis dan aparat keamanan terus terjadi.
f)
Pemecatan terhadap beberapa menteri yang memunculkan berbagai pro dan kontra di
masyarakat.
g)
Berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada
kelompok Muslim Indonesia.
h)
Muncul dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar